Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 atau Sustainable Development Goals (SDGs) memiliki 17 tujuan yang ditetapkan oleh negara-negara anggota PBB pada tanggal 25 September 2015, sebagai kelanjutan dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah diupayakan dari tahun 2000 sampai 2015. Sasaran agenda tersebut adalah inklusif untuk semua, dengan tidak memandang umur, ras, suku dan agama. Untuk mewujudkannya pun diperlukan partisipasi dari setiap individu, kelompok, lembaga pemerintah maupun non pemerintah.

Rembang adalah kabupaten dengan persentase penduduk miskin tertinggi ketujuh di Jawa Tengah, dan Blora berada di 20 besar kabupaten dengan penduduk miskin tertinggi di tingkat provinsi tersebut (data tahun 2018). Meskipun kedua kabupaten tersebut memiliki berbagai kekayaan alam, seperti mata air yang melimpah, pertanian padi, jagung, perkebunan jati dan lain sebagainya, faktor keterbatasan kemampuan sumber daya manusia akibat kurangnya perhatian di bidang pendidikan, menyebabkan berbagai permasalahan seperti pernikahan dini yang telah menjadi budaya di sana. Hal itu berimbas pula pada permasalahan kesehatan, khususnya ibu dan anak.

Terdapat enam desa yang berada di area sekitaran PT Semen Gresik, yaitu Desa Kadiwono, Kajar, Pasucen, Tegaldowo dan Timbrangan yang terletak di Kabupaten Rembang, dan Desa Ngampel di Kabupaten Blora. Desa-desa yang semula terisolasi tersebut, harus menghadapi proses perubahan dari pengaruh-pengaruh baru, baik dari segi sosial, budaya dan ekonomi akibat adanya industri besar yang masuk. Perubahan yang terjadi bisa mengarah ke positif atau negatif, tergantung pada respons masyarakat terkait. Respons tersebut adalah salah satu buah dari pengetahuan masyarakat terhadap identitas desanya.

Untuk mengeksplor kembali identitas desa, dan menyelaraskan agenda SDGs dalam mengatasi permasalahan yang ada di keenam desa di Kabupaten Rembang dan Blora, diperlukan pemetaan sosial sebagai tahapan awal. Ada banyak mekanisme yang dapat dilakukan, salah satunya adalah Social Baseline Study (SBS) atau yang dikenal dengan Social Mapping. Informasi ini menjadi “pusat data” yang menjadi dasar perumusan perencanaan program yang tepat guna dan tepat sasaran. Implementasi program tersebut selanjutnya dapat dilakukan secara partisipatif oleh berbagai pihak dengan dinaungi lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah.

Pemetaan sosial dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, yang didapat dari pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, artikel dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan data primer didapat dari melakukan wawancara terhadap anggota masyarakat yang dianggap mengetahui informasi yang diperlukan, observasi atau pengamatan langsung terhadap kondisi-kondisi lingkungan fisik, lingkungan sosial, hubungan sosial, kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat dan sebagainya, dan juga mengadakan Focus Group Discussion bersama perwakilan-perwakilan kelompok dan tokoh-tokoh masyarakat. Setelah data diperoleh, lalu diolah dengan dianalisis menggunakan metode triangulasi. Metode ini dilakukan dengan melakukan cek dan cross cek atas informasi yang diterima untuk melihat persamaan dan keselarasan dan juga perbedaan. Hasil analisis tersebut selanjutnya disusun dalam suatu rangkuman baik dalam diagram maupun deskriptif.

Dari hasil riset yang dilakukan, didapat 8 dari 17 tujuan SDGs yang menjadi fokus dari pembangunan keenam desa tersebut, yaitu mengentaskan segala bentuk kemiskinan di manapun, mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi dengan mendukung pertanian berkelanjutan, menjamin kehidupan sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua di segala usia, menjamin pendidikan yang inklusif, menjamin ketersediaan dan manajemen air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, menjamin pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, ekosistem daratan dan perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh.

Pemetaan sosial akan memudahkan dalam menentukan program-program yang tepat guna dan tepat sasaran dalam pengembangan wilayah yang berkelanjutan. Sehingga dapat mengatasi permasalahan yang ada dan mampu menghadapi proses perubahan sebagai akibat dari datangnya industri besar bagi keenam desa di Rembang dan Blora tersebut.