Apa itu Big Data?

Big data, rasanya sudah bukan menjadi istilah baru bagi perkembangan teknologi saat ini, namun beberapa orang mungkin belum mengetahui apa itu big data. Big data dirangkum dari berbagai sumber penjelasan, memiliki pengertian yaitu kumpulan data yang diambil dari berbagai sumber mulai dari skala yang kecil hingga skala yang lebih besar. Big data dipakai dan dianalisis untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah. Saat ini, big data sering dipakai dan digunakan untuk memetakan bisnis dan pangsa pasar. Menurut SAS, salah satu perusahaan big data analisis terkemuka di dunia menjelaskan mengapa big data begitu penting, karena big data digunakan sebagai penentuan akar penyebab masalah, dan kegagalan data yang ada juga bisa digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya secara akurat. Salah satunya data yang valid soal kebutuhan perumahan di Indonesia. Permasalahan yang saat ini dihadapi adalah persoalan komunikasi antar data, bagaimana data bisa dikomunikasikan dan diintegrasikan dengan baik antara data lama dan data baru, mulai dari tingkat pemerintahan yang rendah sampai pemerintahan yang lebih tinggi. Saat ini, teknologi merupakan salah satu pilar utama pembanguann peradaban manusia. Digitalisasi atau transformasi digital merupakan penggunaan teknologi digital baru yang sering berubah dengan cepat untuk memecahkan permasalahan.

Apa hubungan big data dengan penyelesaian permasalahan perumahan di Indonesia?

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang padat. Menurut hasil survey yang dilakukan Bank Dunia melalui biro sensus Amerika Serikat menunjukkan, pada tahun 2018 saja penduduk di Indonesia berkisar kurang lebih 267,7 juta jiwa. Menurut data BPS, untuk jumlah penduduk yang dilakukan dalan sensus penduduk menunjukkan peningkatan setiap lima tahun sekali dengan proyeksi di tahun 2020 mencapai 271 juta jiwa. Peningkatan tersebut terjadi di setiap pulau di Indonesia. Seperti di Pulau Sumatra pada tahun 2020 akan terjadi peningkatan sebanyak 59 juta jiwa, dan di Pulau Jawa akan meningkat sebanyak 152 juta jiwa[1].

Peningkatan penduduk yang setiap tahunnya meningkat, juga akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan di Indonesia. Belum lagi angka penduduk produktif yang miskin di Indonesia juga masih sangat banyak. Meski jumlah nya menurun seperti yang ditunjukkan pada data perhitungan dari BPS, dimana jumlah penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 25,14 juta orang, menurun 0,53 juta orang terhadap September 2018 dan menurun 0,80 juta orang terhadap Maret 2018. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 6,89 persen, turun menjadi 6,69 persen pada Maret 2019. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2018 sebesar 13,10 persen, turun menjadi 12,85 persen pada Maret 2019. Penurunan angka yang sedikit ini menjadi tantangan juga bagi pemerintah dalam menyiasati pemenuhan kebutuhan rumah di Indonesia.

Data-data yang ada di Indonesia memiliki keberagaman dan kompleksitas yang banyak, namun menurut Dr. Ivanovich Augusta dari Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementrian Desa, PDT dan Tertinggal. Pentingnya akan sensus data secara partipatoris yang dapat digunakan secara praktis, validitas data yang ditunjang pengetahuan mendalam mulai dari tingkat terkecil desa/ kelurahan, bisa menjadi bahan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, tidak hanya berlaku bagi desa saja namun juga bisa dipakai keberlanjutannya dalam pembangunan kota. Ketersediaan data yang banyak dilakukan melalui registrasi penduduk, sensus dan survey yang relatif lengkap ini, belum bisa diakses dengan baik dalam rangka mobilitas penduduk dari desa ke kota. Perlunya akses yang lebih luas memerlukan peran keterkaitan kerjasama antar lembaga di lingkungan pemerintah.

Sebagai contoh, penduduk miskin kota yang ada di Indonesia bisa terlihat siapa saja yang mampu membeli rumah, usia berapa yang belum mampu dan memerlukan subsidi, berapa banyak usia produktif muda yang sudah mampu membeli rumah. Jika dihubungkan dengan karir merumah tentunya hal ini akan berkaitan. Mengapa berkaitan? memang kita dapat mengetahui jumlah kebutuhan rumah bagi masyarakat miskin atau generasi milenial yang membutuhkan rumah, namun secara detail dan spesifik kita tidak tahu siapa saja yang membutuhkan rumah, gaji perbulan berapa, apakah mampu mengakses rumah di Indonesia, lalu sudah memiliki rumah atau belum atau bisa jadi mempunyai kepemilikan rumah lebih dari satu unit. Data yang belum terintegrasi ini berakibat buruk pada saat pendataan jumlah penduduk miskin yang ada di kawasan kumuh dalam rangka penyelesaian permasalahan kumuh. Jika data detail perorangan dapat diakses oleh pemerintah daerah tentu kerja pemerintahan menjadi lebih efisien, karena pemerintah memiliki data yang akurat dan memudahkan dalam verifikasi sebelum proses penataan dilakukan. Data yang belum terintegrasi juga berdampak pada akurasi data terkait kepemilikan rumah,

Bagaimana cara memanfaatkan Big Data untuk menyelesaikan permasalahan perumahan?

Big data bisa dimulai dari lembaga yang melakukan survey dari wilayah yang paling kecil setingkat RT dan RW, terintegrasi dengan data kependudukan lain di level yang lebih tinggi ataupun yang lebih rendah sekalipun. Data survei masuk ke dalam tingkat pemerintahan yang rendah misalnya kelurahan, data tersebut kemudian diakumulasikan dengan data yang lain ditingkat yang lebih tinggi misal kecamatan. Data dari kecamatan ini kemudian dilakukan transformasi data menggunakan big data analytics, data dikumpulkan dari berbagai sumber data dipilah dan dianalisis sehingga dapat digunakan oleh manusia. Data disimpan dalam data warehouse dan menurunkan hubungan korelasi sebab akibat dari data. Data yang sudah dianalisis ini bisa digunakan sewaktu-waktu, mudah dilakukan verifikasi lapangan. Jika pada perubahan data terkait kependudukan juga mudah dilakukan karena big data secara bentuk merupakan data yang tersimpan dalam sebuah perangkat lunak. Big data memudahkan manajemen data yang berserakan dan kompleks. Data-data yang dimaksud bisa merupakan data spasial, data kependudukan, jika lebih ekstrim lagi lokasi perseorangan yang di input dari data kependudukan juga bisa dilihat melalui sistem yang terintegrasi dengan koordinat rumah pribadi demi kemudahan proses verifikasi lapangan.

Basis data menjadi kunci penyelesaian sebuah permasalahan. Jika basis data tidak akurat maka akar permasalahan pun akan sulit untuk diatasi. Di era teknologi digital ini, perlu rasanya pemerintah mulai mengintegrasikan data dari setiap lembaga pemerintah agar pengawasan, pemenuhan kebutuhan, penyelesaian masalah, dan pemilihan strategi untuk menyelesaikan masalah juga lebih mudah dalam kinerja pemerintah. Tentunya kondisi kebermanfaatan teknologi saat ini masih kurang di Indonesia. Pekerjaan pemerintah juga perlu fokus dalam upaya menggabungkan teknologi dengan data penduduk agar basis data digital bisa bermanfaat dengan baik dan terarah. Big data menjadi kunci dalam mewujudkan strategi penyelesaian permasalahan permukiman di Indonesia secara terintegrasi ! (PNG-CARITRA)

 

Referensi:

[1] https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/08/060000069/jumlah-penduduk-indonesia-2020?page=all