Pada hari Kamis, 19 Agustus 2021, HRC Caritra kembali menyelenggarakan Seri Webinar Perkim #24 yang mengusung tema “Kampung Kota & Desain Berbasis Sosial”. Narasumber pada webinar kali ini adalah Ibu Ruli (Dr. Eng. Kusumaningdyah N.H, ST.MT) dari URDC UNS serta Bapak Martin (Martin L. Katoppo, ST. MT) dari Universitas Pelita Harapan.

Di beberapa kota di Indonesia, perkembangan wilayah kampung kota cukup tinggi. Keberadaan kampung kota juga dapat menjadi potensi baik dalam penataan lingkungan alam atau aspek sosial. Namun pengembangan kampung-kampung kota ini membutuhkan dukungan, baik dari luar atau dari warga setempat. Penataan kampung kota ini dapat dilakukan dengan metode dan pendekatan berbeda-beda sesuai dengan konteks lokasi dan gaya hidup masyarakat.

Bu Ruli membawakan sebuah presentasi mengenai Kampung Kota & Desain Berbasis Sosial. Paparan Kampung Kota & Desain Berbasis Sosial yang disampaikan, didasarkan pada pengalaman serta proses yang beliau jalani bersama dengan mahasiswa dalam mata kuliah Kampung Kota di Universitas Sebelas Maret (UNS).

Isu yang menjadi latar belakang munculnya hal ini adalah isu terkait perubahan dan perkembangan kota yang pesat. Hal ini seringkali tidak mampu dikelola dengan baik, sehingga masyarakat kampung kota yang seringkali menjadi kelompok marginal tenggelam di dalamnya. Padahal, setiap warga kota memiliki hak untuk menyuarakan aspirasi mengenai kota tempat tinggalnya sendiri.

Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana membuat sebuah proses perencanaan kolaboratif antara warga dan pihak luar, salah satunya akademisi. Tujuan dari adanya kegiatan ini adalah untuk mendokumentasikan kota, baik secara fisik ataupun non-fisik. Kegiatan yang sudah dimulai sejak tahun 2016 ini memiliki skema yang diawali dengan pemetaan/mapping baik dari aspek fisik atau non-fisik, rekomendasi desain, prototype terbangun, kemudian proses pendokumentasian.

Beberapa kampung yang menjadi sasaran dari kegiatan ini adalah kampung-kampung yang berada di bantaran sungai di Surakarta. Tersebar di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Gandekan, Kelurahan Sewu, dan Kelurahan Pasar Kliwon, proses yang dilakukan memiliki berbagai macam metode dan pendekatan yang berbeda-beda, di antaranya adalah participatory design, place-making, pop up model, dan human centered design.

Inisiasi serupa juga dilakukan oleh narasumber kedua, yaitu Pak Martin di Kampung Pondok Pucung, Tangerang Selatan. Menurut Pak Martin, desain adalah generator yang mendorong munculnya inovasi sosial. Inovasi sosial berarti menggabungkan aktivitas meneliti, mendesain, melakukan, dan mengkolaborasikan peran para aktor: arsitek, desainer, dan masyarakat. Aktor yang terlibat dalam proses desain berbasis sosial perlu menggali rumusan masalah sebanyak-banyaknya berdasarkan aspirasi masyarakat. Selain itu, kepiawaian dalam mengatur timing untuk mengambil keputusan tanpa terburu-buru juga diperlukan.

Hal yang menjadi intisari penting mengenai desain berbasis sosial adalah keterlibatan seluruh aspek masyarakat. Di samping itu, diperlukan arah desain yang berubah, tidak bersifat stagnan, dan mendorong perubahan sosial. Desain berbasis sosial juga menekankan tidak hanya pembangunan yang bersifat fisik, namun juga pembangunan non-fisik, serta bagaimana menumbuhkan rasa bangga dan mandiri atas kampungnya sendiri.

Sebagai penutup diskusi, Bu Ruli dan Pak Martin memberikan pengingat mengenai desain berbasis sosial, bahwa dalam proses perancangan penting sekali untuk menciptakan empati, menurunkan ego, dan bersedia untuk mendengar. Pembelajaran desain berbasis sosial pun tidak hanya berorientasi pada masyarakat, tetapi juga mendidik mahasiswa atau calon-calon arsitek yang memiliki kepedulian untuk membangun masyarakat. (AAF)