Pembangunan hunian untuk permukiman yang kurang memperhatikan lingkungan berdampak pada terjadinya pencemaran hingga penurunan kualitas lingkungan, terutama di daerah tepian sungai yang memiliki resiko tinggi terdampak pencemaran limbah. Perkim ramah lingkungan menjadi jawaban atas permasalahan tersebut. Bagaimana penerapan perkim ramah lingkungan?

“Perkim Ramah Lingkungan” menjadi tema utama dalam Webinar Perkim Seri 33 yang diselenggarakan oleh HRC Caritra pada tanggal 19 Januari 2023. Bapak Totok Pratopo (Ketua Pemerti Kali Code) dan Ibu Lisendra Marbelia, S.T.,M.Sc.,Ph.D. (Dosen Teknik Kimia UGM) menjadi narasumber yang memberikan informasi terkait dengan perkim ramah lingkungan.

Materi pertama dibawakan oleh Bapak Totok Pratopo selaku Ketua Pemerti Kali Code. Beliau menjelaskan permukiman ramah lingkungan yang diterapkan oleh Kampung Jetisharjo, yang terletak di pinggiran Sungai Code Kota Yogyakarta sebagai rujukan kasus. Dalam paparannya, Bapak Totok menyampaikan beberapa poin penting dari permukiman ramah lingkungan di Kampung Jetisharjo seperti permasalahan yang dihadapi, proses pembangunan dan peningkatan yang dilakukan, strategi yang diterapkan untuk mewujudkan perkim ramah lingkungan hingga gambaran umum mengenai usaha air bersih mendukung aktivitas perkim ramah lingkungan di Kampung Jetisharjo. Berkaitan dengan strategi perkim ramah lingkungan tersebut, Bapak Totok menjelaskan bahwa Kampung Jetisharjo menerapkan “1) yang muda mengurus kampung, 2) mengajak kampung tetangga, dan 3) bermitra dengan sebanyak mungkin pihak.” Sementara itu, dalam mewujudkan perkim ramah lingkungan di Kampung Jetisharjo perlu adanya upaya untuk menghadirkan apa yang belum ada. Contohnya adanya permasalahan terkait sanitasi, ditangani dengan menyediakan IPAL dan kamar mandi komunal.

Selanjutnya, sesi penyampaian materi dilanjutkan oleh Ibu Lisendra Marbelia yang menjelaskan mengenai teknologi tepat guna untuk permukiman ramah lingkungan. Dalam paparannya, Ibu Lila menjelaskan mengenai permukiman dan kegiatan warga di Code, kondisi air sungai dan air tanah menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, penyebab pencemaran sumber air, hingga teknologi tepat guna yang dilakukan di Code. Berkaitan dengan pencemaran sumber air beliau menjelaskan bahwa pencemaran salah satunya bersumber dari limbah cair dan padat. Sementara itu, beberapa teknologi yang dapat diterapkan untuk permukiman ramah lingkungan diantaranya pengolahan air limbah dengan skema Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat, septic tank rumahan, dan sand filter.

Acara webinar kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi atau tanya jawab. Dalam sesi ini, Bapak Totok Pratopo dan Ibu Lisendra Marbelia menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan peserta sebagai berikut.

Bagaimana kiat-kiat atau strategi dalam menggerakkan partisipasi warga dan membangun spirit pengurus Pemerti Code, hingga pengelolaan Code yang penuh perjuangan dapat terus eksis, berkembang dan berkelanjutan?

Menurut Bapak Totok Pratopo, saat ini ekologi saja tidak cukup, tetapi perlu ada dampak ekonominya. Sejak masa pandemi covid-19 semua warga terganggu masalah ekonominya maka dilakukan kegiatan yang menghasilkan untuk kebutuhan ekonomi. Contoh, pada saat kegiatan penghijauan maka orientasinya tidak hanya lingkungan yang lestari, tetapi juga dilaksanakan kegiatan jual beli seperti sayur mayur maupun tanaman hias yang dibudidayakan oleh warga. Selain itu, masyarakat juga diberi edukasi terkait pentingnya sungai untuk kelangsungan hidup.

Bagaimana teknologi yang tepat dalam mengelola IPAL untuk digunakan pada daerah permukiman dengan tipologi di tepi air atau di atas air ?

Menurut Ibu Lisendra Marbelia, teknologi yang tepat adalah mengunakan IPAL dengan pipa, atau tangki pinguin yang kapasitasnya kecil. Hal tersebut bertujuan agar dapat mengurangi beban di tepian sungai.

Bagaimana efektivitas IPAL komunal yang sudah diterapkan?

Menurut Ibu Lisendra Marbelia, IPAL komunal di Kabupaten Sleman sudah diterapkan di 50 lokasi dengan efektivitas yang cukup baik. Meskipun demikian, kandungan bakteri E.coli masih tergolong tinggi. Oleh karena itu, perlu beberapa upaya yang dilakukan diantaranya pemantauan IPAL secara berkala, pengurasan, dan pembersihan.  Kegiatan pendukung lainnya yaitu perlunya edukasi kepada warga serta pengawasan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pekerjaan Umum.

Apa rencana kedepannya dan tantangan yang dihadapi dalam mengelola IPAL ?

Menurut Ibu Lila, kedepannya IPAL dapat dikembangkan untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) dan masyarakat. Selain itu rencana yang akan dilakukan yaitu mengedukasi semua pihak, baik itu rumah tangga maupun kegiatan usaha (rumah makan, laundry, dls.) yang limbahnya masih dibuang langsung ke sungai.

Dari sesi diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa permukiman ramah lingkungan dapat diterapkan di berbagai lingkup, mulai dari tingkat rumah tangga, kampung, kelurahan hingga tingkat kota. Keberhasilan permukiman ramah lingkungan selain didukung dengan teknologi yang tepat guna, juga didukung oleh partisipasi masyarakat. Sebagai masyarakat umum kita memiliki tanggung jawab untuk membantu dan mendukung pemerintah kota dalam mewujudkan lingkungan yang lebih baik. (RTM/SA)