Desa wisata merupakan upaya dari masyarakat atau kelompok di bidang pariwisata yang mencakup atraksi, akomodasi, dan berbagai fasilitas pendukung dengan prinsip pariwisata berbasis masyarakat yang tentunya terletak di wilayah desa atau kabupaten (Pergub, 2020). Desa wisata telah menjadi tujuan pengembangan desa yang sedang naik daun. Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), sejumlah 1.831 desa mendaftar di program Anugerah Desa Wisata (ADWI) tahun 2021, pada tahun 2022 sebanyak 3.419 desa, dan sebanyak 4.715 desa di tahun 2023 (Kemenparekaf, 2023).
Desa wisata dapat kita lihat sebagai bentuk dari pengembangan desa dengan tujuan untuk mencapai kemandirian yang biasanya didorong oleh motivasi ekonomi. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa desa wisata bukanlah satu-satunya cara bagi desa untuk berkembang. Menurut Buku Pintar Profil Desa yang ditulis dan diterbitkan oleh HRC Caritra, setiap desa memiliki karakternya masing–masing dan karakter tersebut mempengaruhi alur pengembangan desa (Paramita, M. 2022). Kita juga dapat membagi karakter desa menjadi lima yaitu desa pertanian, desa pesisir, desa adat, desa wisata, dan desa industri.
Desa pertanian merupakan desa yang memiliki keunggulan di bidang produksi dan pengolahan hasil tani seperti sayur mayur hingga umbi-umbian. Desa pesisir identik dengan hasil laut, seperti perikanan, kerang, rumput laut, hingga petani garam. Desa adat masih memegang erat adat istiadat budaya serta memberlakukan hukum adat di wilayahnya. Desa wisata merupakan desa yang memiliki potensi wisata, yaitu hal–hal yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata yang memberikan daya tarik untuk wisatawan. Terakhir, desa industri merupakan desa yang dipenuhi dengan kegiatan industri rakyat ataupun kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Tidak semua desa memiliki potensi yang sama dalam industri pariwisata. Ada yang lebih berpotensi dalam pertanian, ada pula yang berpotensi di bidang lainnya. Pengambilan keputusan yang gegabah hanya karena mengikuti tren memiliki kemungkinan yang besar untuk gagal. Ambil contoh Desa Wisata Cimahi Terobosan atau lebih dikenal dengan Dewi Citos yang terletak di RT 02 RW 12 Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. Dewi Citos merupakan desa wisata yang memiliki ketenaran di tahun 2015-2017 karena kompetisi adu ketangkasan domba. Namun, semenjak tahun 2017 desa wisata tersebut sudah tidak jalan dan terbengkalai. Hal tersebut dikarenakan potensi wisata dengan peminat yang relatif rendah serta pemeliharaan tempat wisata yang tidak konsisten, hal ini juga menjadi perhatian pihak ADWI bagi desa wisata lain yang dikembangkan baru-baru ini (Henry, 2022). Tidak menutup kemungkinan juga tantangan-tantangan dari sumber daya masyarakat seperti kurangnya tenaga ahli hingga masyarakat yang tidak mau bekerjasama.
Dengan demikian, untuk melakukan pengembangan desa yang tepat dan berkelanjutan, profiling desa perlu dilakukan terlebih dahulu. Profiling memungkinkan desa untuk menemukan karakter desa yang unik baginya dan menentukan pula cara yang tepat dalam menyikapi pengembangannya (Paramita, M. 2022). Tidak semua desa bisa menjadi desa wisata, namun hal tersebut tidak seharusnya menjadi penghambat perkembangan desa. (MNR)
Daftar Pustaka
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. (2023). Jejaring Desa Wisata. https://jadesta.kemenparekraf.go.id/peta
Murdaningsih, D. (2017, April 10). Membangun Desa melalui pertanian. Republika Online. https://news.republika.co.id/berita/oo6942368/membangun-desa-melalui-pertanian
Paramita, M. (2022). Buku Pintar Profil Desa: Profil Desa yang Bermanfaat & Mudah. Yayasan Hunian Rakyat Caritra.
Pergub No. 40 tahun 2020. Database Peraturan | JDIH BPK. (2020). https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/154685/pergub-no-40-tahun-2020