Peringatan Hari Perumahan Nasional yang dilaksanakan di Rumah Susun ASN PUPR BBWS Serayu Opak Yogyakarta pada Jumat, 25 Agustus 2023 mengangkat tema mengenai “Persepsi Antargenerasi Terhadap Hunian”. Dalam kesempatan ini mengundang narasumber antargenerasi di antaranya yaitu Ir. Ahmad Saiffudin Muttaqin sebagai Dosen Arsitektur UII, Endah Dwi Fardhani sebagai perwakilan dari HRC Caritra Yogyakarta, dan  Siti Mutammimah sebagai generasi muda PUPR, dengan moderator acara Tito Budiarto sebagai pemerhati bidang perumahan.

Kegiatan ini dibuka dengan penyampaian tentang kebutuhan rumah layak yang telah diatur dalam undang-undang dan menjadi hak setiap warga negara. Masalahnya, hingga saat ini masih banyak persoalan menyangkut hal tersebut, seperti dari kebutuhan tanah, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, akses masyarakat terhadap pembiayaan, hingga regulasi yang masih belum menyelaraskan antar kepentingan. Dalam perjalanannya tentu terdapat banyak ide, gagasan, hingga inovasi untuk menguraikan permasalahan tersebut. Namun, rupanya kini terdapat pandangan lain yang mengubah paradigma mengenai kebutuhan hunian atau rumah.

Dalam kesempatan forum group discussion ini, Dhani memaparkan hasil riset mengenai preferensi hunian masyarakat yang sudah dilakukan pada tahun 2015-2016 di beberapa kota. Riset tersebut menemukan berbagai temuan yang menarik. Permasalahan yang muncul berdasarkan analisisnya adalah distribusi penyebaran ketersediaan rumah yang tidak merata, termasuk distribusi, dukungan finansial, hingga belum adanya pengkategorisasian kepada kelompok masyarakat tertentu yang memiliki kebutuhan rumah yang berbeda-beda. Dhani juga memaparkan mengenai multifamily housing atau rumah komunitas, sebagai inovasi mengatasi kebutuhan penyediaan rumah yang dapat menekan pembiayaan, karena tidak membutuhkan faktor utama konstruksi yaitu tanah. Namun, inovasi ini masih diperlukan pengkajian ulang oleh pemerintah maupun perangkat, karena tipe rumah seperti ini terkadang menghambat program-program dari pemerintah. Mekanisme penyediaan rumah yang ditetapkan oleh pemerintah juga perlu dikaji untuk memperhatikan kondisi masyarakat baik dari sektor perbankan atau pembiayaan, fasilitas, RTLH, hingga kawasan kumuh. Keluhan masyarakat terhadap kebutuhan rumah umumnya sulit pada mekanisme perbankan dengan skema pekerja formal, penggajian, BI-checking dan lainnya, di mana masyarakat informal juga memiliki kebutuhan akan rumah. Masyarakat informal tidak bisa dipaksakan dengan cara-cara yang konvensional tersebut, sehingga diharapkan terdapat mekanisme lain yang mendukung kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki akses terbatas.

Kegiatan diskusi ini menghadirkan percontohan antargenerasi, salah satunya adalah Siti sebagai perwakilan Gen-Z yang mengutarakan pendapatnya mengenai kebutuhan rumah. Menurutnya, kebutuhan saat ini lebih diutamakan pada fungsi yang layak dengan perlengkapan dan fasilitas yang memadai, termasuk maintenance rumah dan jangkauan dalam mengakses sesuatu. Sebagai ASN yang harus pergi ke kantor,  Siti mempertimbangkan banyak hal jika akan memiliki atau membangun rumah. Sebab, harga tanah diperkirakan memakan biaya yang cukup besar, sedangkan jika memilih lokasi yang lebih jauh lagi akan memakan biaya transportasi maupun aksesibilitas lainnya. Preferensi  Siti untuk saat ini adalah memiliki hunian sementara dengan mengontrak yang berlokasi dekat kantor serta dapat menjangkau berbagai fasilitas umum dan telah terjamin maintenance serta perlengkapannya.

Menurut Ahmad Saiffudin atau yang akrab disapa Uut, adanya perubahan cara pandang yang sagat berbeda oleh antargenerasi saat ini dapat memperluas siasat kebutuhan masyarakat terhadap rumah. Permasalahan penyediaan rumah diperkirakan akan menjadi masalah yang besar, karena asumsi kebutuhan rumah baru setiap tahunnya berkisar 800.000 unit, berdasarkan angka backlog yang mencapai 11,4 juta di tahun 2022. Oleh karena itu, dengan adanya pergeseran cara pandang di masyarakat, pasar seharusnya dapat mengakomodasi berbagai pertimbangan agar tidak salah target cara penjualannya dan tepat sasaran. Berbagai gagasan tidak bisa serta merta dilakukan oleh salah satu pihak saja. Harus dari regulasi yang bisa memfasilitasi kebutuhan publik dan sebagainya, sehingga didukung oleh akademisi dan praktisi melakukan pendalaman dari skema yang lebih tajam dan tepat sasaran.

Dr. Winarno sebagai salah satu perwakilan dari Forum PKP DIY menambahkan bahwa ada konsep yang tidak berubah mengenai kebutuhan rumah atau hunian. Namun, hal itu perlu didukung dari berbagai fasilitas untuk dianggap menjadi hunian yang paling layak. Salah satu perwakilan PT Agensi Jateng DIY juga menyuarakan pendapatnya sebagai pihak pengembang perumahan. Jika basisnya adalah transaksi dan bisnis, maka akan banyak pertimbangan yang diukur, termasuk BEP yang dapat dikecilkan angkanya untuk mendukung para pengembang dan penyewa. Pendapat ini juga didukung oleh salah satu perwakilan DPD DIY yang menuturkan agar perlunya kolaborasi yang sejalan antara pengembang, perbankan, pemerintah, maupun perangkat lainnya untuk menetapkan mekanisme terbaik pada kelompok masyarakat tertentu.

 

Verandatalks sore ini di Rusun ASN. Sumber: Caritra