Skema pembiayaan mikro merupakan satu produk dari lembaga jasa keuangan yang mengintegrasikan simpan, pinjam, dan asuransi/penjaminan dalam skala mikro yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan pembangunan/renovasi rumahnya secara bertahap. Sumber pembiayaan untuk skema pembiayaan mikro tidak hanya berasal dari instansi formal berupa bank namun juga bersumber dari pembiayaan informal seperti pembiayaan berbasis komunitas (koperasi, arisan, dll). Lalu, bagaimana skema pembiayaan mikro perumahan yang efektif?

Menanggapi hal tersebut, HRC Caritra menyelenggarakan Webinar Perkim.id seri ke-40 dengan mengusung tema “Skema Pembiayaan & Pembiayaan Mikro Perumahan yang Efektif”. Webinar ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14 September 2023 pukul 14.00-15.30 WIB, dan dilaksanakan melalui Zoom dan live streaming Youtube. Terdapat dua narasumber yang menjadi pemateri dalam Webinar seri ke-40 ini yaitu, R. Haryo Bekti Martoyoedo, S.T., M.Sc. selaku direktur Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR dan Dr. Ir. Tito Murbaintoro, M.M. selaku pemerhati pembiayaan perumahan.

Materi pertama adalah “Implementasi dan Lesson Learned Skema Pembiayaan Mikro Perumahan pada Program BP2BT  Swadaya” oleh  R. Haryo Bekti Martoyoedo, S.T., M.Sc. Beliau membuka materi dengan permasalahan dan isu-isu pembiayaan perumahan di masa depan, di antaranya adalah pembangunan kota yang tidak terkendali, rendahnya rasio KPR terhadap PDB, mahalnya harga lahan serta rendahnya bank kapabilitas masyarakat informal. Upaya-upaya Pemerintah dalam penanganan backlog dan permasalahan  di atas yaitu, BP2PT, FLPP, SMF, TAPERA, SSB dan SBUM.

BP2PT merupakan bantuan pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang telah memiliki tabungan dalam rangka pemenuhan sebagian uang muka untuk pembangunan atau perbaikan rumah. Penerima bantuan BP2PT ini umumnya merupakan masyarakat yang bergerak di sektor formal, sedangkan penerima manfaat BP2PT dari sektor informal saat ini hanya 11 %. Namun, untuk memperbaiki hal ini, pada tahun 2024 dibuat program yang mirip dengan BP2PT dengan pendanaan yang bersumber dari APBN. Hal ini dilakukan sehingga masyarakat yang bekerja di bidang informal juga dapat difasilitasi atau dapat disebut juga memformalkan yang informal.

Materi selanjutnya adalah “Skema Pembiayaan Perumahan yang Efektif di Indonesia Sejalan dengan Upaya Mewujudkan Kota yang Layak Huni dan Berkelanjutan” yang disampaikan oleh  Dr. Ir. Tito Murbaintoro, M.M. Beliau menjelaskan, skema pembiayaan perumahan dapat dikatakan efektif jika dapat memenuhi dua hal, yaitu tepat sasaran dan berkeadilan. Artinya, setiap MBR dibagi secara berjenjang, mendapatkan bunga berjenjang dan dengan rentang waktu tertentu. Contohnya menerapkan layerlayer untuk rusunawa. Misalkan, MBR dengan kemampuan finansial  rendah akan mendapatkan subsidi bunga rendah, sedangkan MBR dengan kemampuan finansial tinggi akan mendapat subsidi bunga bank yang lebih rendah. Begitu seterusnya secara berjenjang, sesuai dengan tingkat pendapatan MBR. Tito Murbaintoro juga menjelaskan dengan adanya penerapan layer berdasarkan kelompok pendapatan MBR ini akan lebih mengefisiensikan nilai bantuan pembiayaan/subsidi yang diberikan pemerintah.

Adapun MBR, ditentukan melalui pendekatan analisis income, affordability index dan housing queue. Kemudahan atau bantuan pembiayaan bagi MBR meliputi: skema pembiayaan, penjaminan, dan dana murah jangka panjang.

Kredit mikro perumahan (housing microfinance) untuk pekerja informal harus melalui pertimbangan apakah untuk penyetoran selanjutnya tetap bisa membayar atau tidak. Adapun pembagian peran dalam perumahan didasari pada visi mulia, di mana setiap keluarga dapat tinggal di rumah yang layak huni dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya diperlukan misi mulia yaitu, housing development, housing finance dan housing assistance program yang perlu didukung oleh dana murah jangka panjang. Hal ini juga perlu melibatkan BUMN, Persero yang bergerak di bidang perumahan (Perumnas termasuk SMF dan SMI) serta didukung oleh badan usaha lain berupa investor, pasar modal, lembaga jasa keuangan, kontraktor, konsultan, akademisi dan NGO.

Webinar ini kemudian dilanjutkan sesi tanya jawab yang disambut antusias oleh peserta melalui Zoom. Pada sesi ini, R. Haryo Bekti Martoyoedo, S.T., M.Sc dan Dr. Ir. Tito Murbaintoro, M.M. menjawab beberapa pertanyaan.

Terkait salah satu strategi yang dapat dicapai untuk menyelesaikan backlog adalah dengan program bantuan perumahan affordable namun juga quitable. Hal tersebut dapat dicapai dengan skema staircasing ownership atau kepemilikan bertahap. Apakah mungkin untuk diterapkan?

Sebagai tanggapan atas pertanyaan tersebut, R. Haryo Bekti Martoyoedo, S.T., M.Sc menjawab skema tersebut sudah masuk agenda, kepemilikan bertahap atau berbagi sudah dipersiapkan dan akan diterapkan pada hunian vertikal di perkotaan, hal ini karena lahan perkotaan semakin padat dan mahal. Kepemilikan hunian vertikal dilakukan secara bertahap, misalnya 40 persen kepemilikan awal, sisanya menyewa. Hal-hal tersebut saat ini masih dalam tahap diskusi. Selain itu, mengikuti asas keadilan, di mana setiap MBR dibagi berjenjang. Contohnya adalah, masyarakat yang berada pada layer pertama mendapatkan subsidi yang lebih banyak dan seterusnya, berjenjang.

Bagaimana dukungan fiskal untuk sisi suplai (pengembang) dalam sektor perumahan? Karena dari pemerintah sejauh ini bentuk dukungan kebijakan dan keringanan pajak. Apakah ke depannya bisa disediakan pembiayaan khusus pengembang?

Sebagai tanggapan atas pertanyaan tersebut,  R. Haryo Bekti Martoyoedo, S.T., M.Sc. menjawab, saat ini rumah tapak sudah mendapatkan pembebasan PNN, sedangkan untuk rumah vertikal saat ini masih diusahakan. Selanjutnya, beliau menjelaskan, dana FLPP juga dimanfaatkan untuk berbagai opsi, salah satunya adalah sebagai dana konstruksi (kredit konstruksi). Selain itu, dari sisi demand sudah dibuat beberapa skema.

Untuk Pak Tito, terkait sumber pendanaan, kira-kira untuk menyusun atau membuat regulasinya apakah ada ide atau action untuk menuju kondisi ke arah yang ideal?

Sebagai tanggapan atas pertanyaan tersebut,  Dr. Ir. Tito Murbaintoro, M.M. menjelaskan sumber pendanaan tergantung pada kondisi ekonomi negara. Namun menurut beliau, dari sisi suplai harus memiliki dana abadi untuk mendukung pembangunan atau penyediaan rumah terutama untuk MBR. Contoh dari dana abadi dapat dilihat pada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang memiliki  dana abadi untuk pendidikan. Sedangkan untuk pembangunan dan perumahan, dibutuhkan dana abadi  sejenis namun dari sisi suplai. Saat ini, dana untuk pembangunan dan penyediaan rumah hanya terdapat pada sisi demand, yaitu FLPP. Sedangkan, pembayaran rumah oleh MBR pada umumnya menggunakan sistem kredit, sehingga sumber dana abadi dari sisi suplai ini harus dipertimbangkan.

Sejauh mana pengembangan KPR mikro melalui KUR yang sudah dilakukan? Apakah sudah terlihat tahapannya? Dan kira-kira regulasinya sudah disiapkan dan akan dilaksanakan kapan?

Sebagai tanggapan atas pertanyaan tersebut,  R. Haryo Bekti Martoyoedo, S.T., M.Sc  menjawab, sejak tahun lalu KUR sudah diterapkan. Namun penerima KUR diprioritaskan pada mereka yang merupakan alumni KUR dan memiliki rekam jejak yang baik sehingga akan lebih mudah didukung lembaga keuangan. Saat ini, bentuk bantuannya berupa renovasi rumah dan bekerja sama dengan BTPN Syariah.

Untuk penyaluran BP2BT apakah akan ada keterlibatan dari komunitas atau koperasi untuk penerapan skema pembiayaan mikro?

Sebagai tanggapan atas pertanyaan tersebut, R. Haryo Bekti Martoyoedo, S.T., M.Sc menjawab, saat ini penyaluran pembiayaan hanya dapat dilakukan melalui perbankan. Di mana selanjutnya, bank-bank tersebut akan melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan dalam penyaluran bantuan. Namun, dalam konteks kredit, masyarakat tidak harus melalui bank yang sama dan dapat melakukan kredit pada pihak-pihak lain.

Sebagai penutup, dapat disimpulkan, setiap lapisan masyarakat, terutama pemerintah memiliki peran penting dalam pelaksanaan pembiayaan mikro perumahan untuk MBR. Selain itu, untuk mengoptimalkan pembiayaan mikro perumahan bagi MBR dapat dilakukan dengan pembagian masyarakat secara berjenjang  (layer) sehingga pengolahan dana pembangunan dan perumahan dapat dilakukan lebih efektif.