Jagongan Selapanan adalah acara diskusi warga Kalurahan Panggungharjo yang mendatangkan pemantik diskusi yang ahli di bidangnya. Tujuan diadakannya Jagongan Selapanan adalah untuk membahas pengembangan kebudayaan yang ada di Kalurahan Panggungharjo. Salah satu tema yang diangkat dalam Jagongan Selapanan adalah mengenai pengembangan Situs Yoni Karanggede.
Jagongan Selapanan pada hari Sabtu, 18 November 2023 mengangkat tema “Tata Nilai Poros Kebudayaan Desa: Situs Yonis Karanggede. Dulu, Kini dan Nanti.” Acara ini disponsori penuh oleh Dana Keistimewaan Yogyakarta dan diramaikan oleh masyarakat Padukuhan Ngireng-ireng, Kalurahan Panggungharjo. Diskusi pada Jagongan Selapanan membahas tentang situs Yoni yang sudah terdaftar sebagai cagar budaya nasional yang wajib dijaga dan lestarikan. Dalam diskusi tersebut, turut hadir para pemantik diskusi dan perwakilan dari tim perumus masterplan Kalurahan Panggungharjo.
Rangkaian acara Jagongan Selapanan dibuka dengan penampilan “Tari Kupu Manis” dari anak-anak TK Mardi Tama Garon, kemudian dilanjutkan dengan tari “Golek Ayun-Ayun” oleh Lisa Farhana (warga Padukuhan Ngireng-ngireng). Acara kemudian dilanjutkan dengan penampilan Sholawat Jawi Laras Madya, Sholawat Kamulyaan, dan lir ilir. Dalam Jagongan Selapanan juga terdapat beberapa pedagang UMKM dari warga sekitar yang membuka lapaknya di dekat pintu masuk.
Rangkaian acara utama yaitu pemaparan dari para pemantik/narasumber. Dalam pemaparan ini, para pemantik diskusi tidak menyampaikan materi secara gamblang, namun sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh moderator. Tujuannya adalah agar para penonton dapat mengajukan pertanyaan dan sanggahan ketika sesi diskusi tiba. Konsep “jagongan” atau obrolan adalah konsep yang diterapkan dalam acara ini, sehingga diperlukan partisipasi yang lebih banyak dari para peserta.
Moderator memberikan pertanyaan pertama kepada Pungki Indriatmiko selaku perwakilan dari tim perumus masterplan Kalurahan Panggungharjo. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai apa saja yang sudah dilakukan oleh tim pembuat masterplan, sebagai langkah awal untuk membentuk masterplan Kalurahan Panggungharjo. Pungki menyampaikan bahwa bentuk perencanaan yang sudah dilakukan adalah menyambung Panggung Krapyak sebagai poros kebudayaan desa, dan menyepakati 5 titik di Panggungharjo sebagai poros kebudayaan desa. 5 titik tersebut yaitu; Panggung Krapyak, Karangkitri, Kampung Mataraman, Situs Yoni, dan Balai Desa. Kelima poros tersebut ditetapkan sebagai kunci penggerak potensi yang harus dimanfaatkan dan menjadi nilai yang akan diikuti/anut. Kelima titik tersebut kemudian disebut sebagai “Gubuk Penceng” atau “Rasi Bintang Pari.”
Diskusi dilanjutkan dengan penyampaian oleh Bapak Warsito sebagai wakil dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X DIY, tentang keterkaitan situs Yoni dengan warga/masyarakat. Warsito menyatakan bahwa adanya situs Yoni yang sudah terdaftar sebagai cagar budaya harus dilestarikan. Dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga dan melestarikan. Langkah yang dapat diambil adalah menjaga keutuhan dan tidak merusak benda cagar budaya pada situs Yoni tersebut.
Setelah penyampaian mengenai Situs Yoni, diskusi dilanjutkan dengan penyampaian oleh Bapak Sartono sebagai budayawan dan pemerhati sejarah. Sartono menceritakan tentang sejarah Situs Yoni yang dimulai ketika masa Mataram Kuno di abad 9-10 Masehi. Kini, peninggalan tersebut sudah ditangani oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), sudah diekskavasi, dan ditempatkan sesuai kedudukannya. Situs Yoni dulunya berdinding (ada pelindungnya), dibuktikan oleh temuan batu oleh masyarakat. Kemudian Sartono juga menjelaskan tentang sejarah apa itu Yoni serta menyinggung tentang 5 titik yang disebut sebagai Rasi Bintang Pari/Gubuk Penceng.
Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan oleh Bapak Edi Padmo sebagai perwakilan Komunitas Resan. Beliau menyampaikan cerita tentang Padukuhan Ngireng-ireng yang memiliki hubungan dengan Pasar Kawak Argosari Gunungkidul. Akan tetapi, cerita ini tidak ada bukti nyatanya, hanya tersimpan dalam cerita tutur. Terkait flora, Edi Patmo juga menceritakan arti nama Karangkitri. Nama Karangkitri diambil dari kata “karang” yang berarti pekarangan, dan “kitri” yang artinya tunas. Artinya, masyarakat Jawa sejak dulu sudah memberikan perhatian kepada pekarangannya. Sejak dulu, lahan tidak dihabiskan seluruhnya untuk bangunan rumah, namun disisakan untuk pekarangan. Pekarangan tersebut dimanfaatkan untuk menanam komoditas yang menguntungkan. Contoh tanaman pekarangan yang ditanam adalah jahe, mangga, dan lain sebagainya.
Setelah para pemantik menyampaikan penjelasan, acara dilanjutkan diskusi dengan warga. Salah satu warga bertanya, “Bagaimana 5 titik (gubuk penceng) bisa menjadi bagian dari jati diri Kalurahan Panggungharjo?”. Sartono menegaskan bahwa itu dapat dihubungkan dengan konsep “sedulur papat lima pancer” yang dianut masyarakat Jawa. Konsep tersebut akan menjadi penyokong keutamaan tata nilai dari sumbu filosofis/sumbu imajiner yang akan menjadi bagian jati diri warga Kalurahan Panggungharjo.
Selain itu, terdapat dua warga yang bercerita tentang kondisi situs Yoni di zaman dahulu, dan dilanjutkan tentang harapan mereka terhadap situs Yoni di masa depan. Yang pertama ada Bapak Sugeng dari Kampung Saraban, Padukuhan Ngireng-ireng. Sugeng menyampaikan bahwa terdapat banyak ditemukan peninggalan kuno seperti maron, batu lombang, dan arca di Kampung Mrijen. Banyak pula ditemukan peninggalan lain yang mewakili simbol Lingga-Yoni. Kemudian, ada Bapak Suparno, seorang warga asli Panggungharjo. Suparno bercerita bahwa dulunya belum ada jalan menuju ke Yoni. Kemudian, masyarakat mulai melakukan pembangunan jalan atas kesadarannya sendiri. Suparno juga meminta agar Situs Yoni diberi papan nama, supaya keberadaan Situs Yoni lebih mudah diketahui oleh orang-orang yang lewat.
Dari acara Jagongan Selapanan ini, dapat disimpulkan bahwa Kalurahan Panggungharjo memiliki lima titik yang tercatat sebagai warisan budaya. Dengan adanya warisan budaya tersebut, perlu upaya pelestarian agar jati diri Kalurahan Panggungharjo tidak hilang. Upaya pelestarian juga dapat diarahkan untuk menghasilkan keuntungan bagi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan wisata, budaya, dan kesenian. Masyarakat dalam acara Jagongan Selapanan terlihat sangat antusias. Mereka saling mendukung untuk menjaga dan melestarikan Situs Yoni. Hal ini didasari oleh kesadaran akan pelestarian budaya dan keinginan agar Situs Yoni dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat, terutama masyarakat Kalurahan Panggungharjo. (AF)