Masalah kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan hunian (backlog) di Indonesia masih menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Pada tahun 2023, tercatat 12,71 juta backlog yang harus dipenuhi di Indonesia (Kementerian PUPR, 2023). Semakin langka dan tingginya harga lahan membuat hunian terjangkau semakin sulit diakses, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sehingga mereka terpaksa memilih tinggal di daerah pinggiran kota. Pendekatan dengan konsep public housing menjadi strategi yang tepat untuk menangani permasalahan ini.
Public housing adalah salah satu bentuk perumahan bersubsidi yang diperuntukkan bagi MBR berupa kompleks apartemen besar yang dapat disewa atau dimiliki oleh masyarakat (Britannica, 2023). Public housing menawarkan solusi nyata dengan menyediakan hunian yang terjangkau bagi MBR. Ketika 65% kebutuhan akan hunian di Indonesia didominasi oleh MBR informal (Paulus T.L dalam republika.co.id, 2023), konsep public housing menjadi jawaban yang tepat. Kesuksesan konsep ini terlihat jelas di negara Singapura, di mana 80% penduduknya dapat mengakses apartemen layak huni sebagai solusi untuk mengatasi permukiman kumuh (M. Jehansyah S., 2021).
Walaupun konsep public housing dianggap menjanjikan, namun penyediaan rumah di Indonesia masih berorientasi pada kepemilikan rumah yang dapat dianggap sebagai investasi. Pandangan tersebut menyebabkan ketidakterjangkauan hunian bagi MBR yang memiliki daya beli rendah. Penyediaan rumah sewa bagi MBR yang dikuasai oleh negara baik berupa BMN (Barang Milik Negara) atau BMD (Barang Milik Daerah) dapat menjadi solusi penanganan backlog dengan menerapkan konsep public housing.
Saat ini, Indonesia memiliki program yang serupa dengan public housing, yaitu rusunawa dan apartemen transit. Rusunawa dan apartemen transit merupakan hunian bertingkat yang disewakan oleh pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) (Kementerian PANRB, 2023). Berbeda dengan rusunawa, apartemen transit dikelola oleh lembaga sehingga sasarannya tepat guna dan dapat mendukung housing career system (sewa ke milik) bagi masyarakat dengan penghasilan rendah (MBR) di Jawa Barat melalui program GEMPITA (Gerakan Menabung Penghuni Apartemen Transit) (Indah H. dan M. Ilham H., 2022).
Kementerian PUPR juga mengambil langkah dengan mengembangkan program rumah sewa melalui skema Rental to Own (RTO) dan Staircasing Shared Ownership (SSO). Melalui skema RTO yang dikombinasikan dengan contractual saving house dapat mempermudah MBR informal atau pekerja mandiri untuk memperoleh hunian dengan menabung pada BP Tapera. Dan melalui SSO, maka masyarakat perkotaan dan generasi milenial diarahkan untuk tinggal di hunian vertikal dengan skema KPR dengan jangka waktu lebih panjang yang disesuaikan dengan housing career system (Kementerian PUPR, 2023). Namun, kedua skema tersebut masih dalam tahap pengembangan dan belum diimplementasikan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa program rumah sewa telah dilaksanakan di Indonesia, namun belum optimal. Hal ini sangat disayangkan karena melalui program rumah sewa tersebut dapat mengurangi permasalahan backlog dan kepemilikan rumah bagi MBR di Indonesia. Selain itu program ini dapat menciptakan efisiensi APBN yang bersifat terbatas bagi sektor perumahan. Program rumah sewa memberikan keleluasaan kepada masyarakat dalam menentukan hunian, budget anggaran sehingga lebih efisien, serta memungkinkan berpindah-pindah lokasi rumah sesuai dengan kebutuhan. Program rumah sewa dapat menjadi solusi untuk mendorong masyarakat terutama MBR yang daya belinya rendah. Sehingga seluruh masyarakat dapat memperoleh hunian yang layak huni dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (VM)
Referensi :
Harlina, Indah dan M. Ilham H. 2022. Pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan Dalam Pemenuhan Rumah Umum (Public Housing). Penelitian : Universitas Pancasila, Jakarta.
https://www.britannica.com/topic/public-housing
https://www.itb.ac.id/berita/public-housing-solusi-masalah-perumahan-di-indonesia/58346