Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memegang peranan utama dalam memastikan ketersediaan energi listrik bagi masyarakat, industri, dan sektor lainnya di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai bagian dari upaya ini, PLN terlibat dalam proyek-proyek strategis nasional. Salah satu contohnya adalah pembangunan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi). Proyek ini dianggap strategis karena akan memperkuat infrastruktur transmisi listrik di Indonesia dengan pembangunan sistem yang lebih luas dan modern. Hal ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi dalam distribusi energi, serta memberikan dukungan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Kesejahteraan masyarakat juga sangat bergantung pada ketersediaan pasokan listrik yang memadai untuk mendorong aktivitas bisnis dan investasi dalam negeri.

Awal Mula Pembangunan SUTET di Indonesia

Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1971. Jalur SUTET pertama menghubungkan Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Ciranjang di Jawa Barat dengan GITET Cawang di Jakarta. Jalur ini memiliki tegangan 150 kV dan panjang 150 kilometer.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan listrik nasional, pembangunan SUTET terus dilakukan. Pada tahun 1980-an, dibangunlah SUTET 500 kV pertama di Indonesia yang menghubungkan GITET Ungaran di Jawa Tengah dengan GITET Waru di Jawa Timur. Saat ini, terdapat lebih dari 40.000 kilometer SUTET yang telah dibangun di seluruh Indonesia. Jaringan SUTET ini berperan penting dalam menyalurkan listrik dari pembangkit listrik ke berbagai wilayah di Indonesia.

 

Sejarah Pembangunan SUTET di Indonesia

Pembangunan SUTET di Indonesia telah melewati beberapa tahapan, dari tahun 1971 hingga era sekarang. Berikut sejarah pembangunan SUTET di Indonesia.

  • 1971: Jalur SUTET pertama 150 kV Ciranjang-Cawang (150 Km)
  • 1980-an: Jalur SUTET 500 kV pertama Ungaran-Waru
  • 1990-an: Pembangunan SUTET 500 kV di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
  • 2000-an: Pembangunan SUTET 765 kV pertama di Jawa
  • 2010-an: Pembangunan SUTET di wilayah timur Indonesia, termasuk Papua
  • 2020-an: Fokus pada pembangunan SUTET untuk mendukung program 35.000 MW

Pembangunan SUTET di Indonesia terus berkembang dan akan terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional yang semakin meningkat.

 

Aturan terkait SUTET di Indonesia

Pembangunan SUTET menimbulkan beberapa dampak bagi lingkungan. Untuk meminimalkan dampak tersebut, pemerintah memberikan aturan bagi pembangunan SUTET. Berikut adalah beberapa aturan mengenai pembangunan SUTET di Indonesia.

  1. Jarak aman menara SUTET:

Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2021, jarak minimum antara menara SUTET dengan bangunan, tanaman, dan lain-lain adalah sebagai berikut:

    • SUTET 500 kV: 200 meter
    • SUTET 275 kV: 150 meter
    • SUTET 150 kV: 100 meter

Jarak ini ditetapkan untuk memastikan keamanan dan kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar jalur SUTET.

  1. Batas aman radiasi elektromagnetik SUTET:

Tingkat radiasi elektromagnetik dari SUTET di Indonesia harus sesuai dengan batas aman yang ditetapkan oleh WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Batas aman ini adalah 6 miligauss (mG) untuk paparan jangka panjang. Pemerintah Indonesia secara rutin melakukan monitoring dan pengukuran tingkat radiasi elektromagnetik dari SUTET untuk memastikan kepatuhan terhadap batas aman.

  1. Ganti rugi lahan terdampak SUTET:

Menurut Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2021, pemilik lahan yang terkena dampak pembangunan SUTET berhak mendapatkan ganti rugi. Nilai ganti rugi ini ditetapkan oleh tim penilai independen yang dibentuk oleh pemerintah. Proses ganti rugi ini diatur dalam peraturan perundang-undangan dan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemilik lahan, PLN, dan tim penilai independen.

Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pembangunan SUTET dianggap sebagai pilar ekonomi dan sosial dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan SUTET sering kali menimbulkan konflik terkait pemanfaatan ruang di sekitarnya, khususnya di desa-desa yang dilalui oleh jalur SUTET.

 

Desa Terdampak Pembangunan SUTET

Meskipun telah ditetapkan aturan mengenai pembangunan SUTET, masih ada beberapa desa yang mengalami dampak negatif dari pembangunannya. Dampak yang sering dialami adalah masalah ancaman kesehatan seperti adanya gangguan elektromagnetik yang dapat menyebabkan sakit kepala, kelelahan, insomnia dan gangguan saraf. Selain itu, terdapat masalah lingkungan yang meliputi kerusakan habitat, degradasi tanah, dan potensi kontaminasi air dan udara. Berikut adalah beberapa contoh desa yang terdampak oleh pembangunan SUTET:

 

  1. Desa Tinga-Tinga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng

Warga Banjar Dinas Pungkukan, Desa Celukan Bawang, melakukan unjuk rasa ke lokasi akan dibangunnya gardu induk (GI) milik PT PLN di wilayah Desa Tinga-Tinga, Kecamatan Gerokgak, Buleleng
Sumber: https://www.nusabali.com/

Pada tahun 2023, warga memprotes pembangunan Gardu Induk (GI) Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang dimiliki oleh PT PLN (Persero) di eks Kampung Barokah. Warga khawatir keberadaan SUTET akan mengancam kesehatan akibat radiasi yang ditimbulkan oleh arus listrik tegangan tinggi karena dianggap sangat dekat pemukiman mereka.

  1. Desa Sindanglaya, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, Banten

 

Puluhan warga Perumahan D’Mutiara Residence di Desa Sindanglaya, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang menolak pembangunan jaringan
Sumber: https://www.radarbanten.co.id/

 

Pada tahun 2023, warga Desa Sindanglaya menolak keras pembangunan SUTET 500 kV yang melintas wilayah mereka. Penolakan tersebut didasari oleh dampak negatif yang dirasakan warga sekitar yaitu sebagian orang yang tinggal di daerah SUTET mengalami reaksi terhadap gelombang elektromagnetik. Reaksi tersebut berupa sakit kepala, pusing, mual, dada berdebar, dan telinga berdenging. Selain dampak kesehatan, warga juga harus menanggung kerugian lainnya,  seperti pembatasan dalam penanaman pepohonan secara bebas dan pembatasan tinggi bangunan di sekitar wilayah proyek. Dalam tuntutan mereka, warga menekankan perlunya sosialisasi yang lebih jelas dari pihak terkait serta penyediaan solusi untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proyek SUTET tersebut.

  1. Desa Kedungwinong, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah

 

Tolak: Warga Berorasi dan Bentangkan Poster Tuntutan Penolakan Proyek SUTET di Desa Kedungwinong, Kecamatan Sukolilo.
Sumber: joglojateng.com

 

Pada tahun 2020, pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Desa Kedungwinong menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan warga terhadap potensi dampak negatifnya. Warga dengan tegas menolak jalur SUTET melintasi pemukiman mereka dengan alasan bahwa kabel SUTET dapat mengandung radiasi yang membawa ancaman kesehatan. Aksi penolakan ini ditunjukkan dengan memasang banner peringatan larangan masuk pekarangan tanpa izin. Tidak hanya itu, untuk memastikan kepastian hukum dan keberhasilan upaya penolakan mereka, sejumlah pengacara turut mendampingi warga dalam proses ini.

 

Cerita di atas hanya sebagian kecil dari, cerita ratusan desa dengan dampak pembangunan SUTET di wilayahnya. Proses dalam melaksanakan pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tidaklah mudah karena melibatkan berbagai faktor yang kompleks dan tantangan yang harus diatasi. Salah satu tantangan utamanya adalah perizinan dan perencanaan yang rumit, yang melibatkan persetujuan dari berbagai pihak terkait termasuk pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan lembaga terkait lainnya. Selain itu, pembebasan lahan dan penanganan masalah pemilik lahan juga merupakan hal yang membutuhkan waktu dan sumber daya. Masalah teknis seperti penentuan rute yang optimal dan pengelolaan konstruksi yang efisien juga menjadi bagian dari kompleksitas pelaksanaan pembangunan ini. Tidak hanya itu, kekhawatiran dan protes dari masyarakat terkait dampak lingkungan, kesehatan, dan sosial ekonomi juga dapat menghambat atau bahkan memperlambat proses pembangunan. Dengan demikian, perlu sinergi dan kolaborasi dari semua pihak untuk menangani tantangan yang muncul selama pelaksanaan pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). (EBH)

 

Sumber:

Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2021 tentang ruang bebas dan jarak bebas minimum jaringan transmisi tenaga listrik dan kompensasi atas tanah, bangunan, dan/atau tanaman yang berada di bawah ruang bebas jaringan transmisi tenaga listrik

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Mds, 2023. Warga Demo Proyek Sutet di Desa Tinga-Tinga. Diakses dari https://www.nusabali.com/berita/146127/warga-demo-proyek-sutet-di-desa-tinga-tinga pada tanggal 13 Maret 2024.

Irawan P, 2023. Warga Pagelaran Tolak Pembangunan Kabel yang Melintasi Perumahan. Diakses dari https://www.radarbanten.co.id/2023/06/23/warga-pagelaran-tolak-pembangunan-kabel-sutet-yang-melintasi-perumahan/ pada tanggal 13 Maret 2024.

Adirin A, 2020. Warga di Pati Tolak Pembangunan Sutet Mengapa? Diakses dari https://www.liputan6.com/regional/read/4428852/warga-di-pati-tolak-pembangunan-sutet-mengapa?page=2 pada tanggal 13 Maret 2024.