Berdasarkan data dari temuan BPK, terdapat 5.108 unit rumah dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera yang belum dimanfaatkan oleh debitur. Hal ini tentu menyalahi aturan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang menetapkan bahwa seharusnya debitur wajib memanfaatkan rumah subsidi minimal selama satu tahun. Banyaknya rumah yang kosong ini tentu menjadi tanda tanya besar, apakah yang membeli rumah subsidi ini benar-benar masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan rumah? Atau kalangan atas yang sedang menambah aset investasi?

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menyaksikan gelombang investasi properti rumah yang semakin marak. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, tetapi juga merambah ke daerah-daerah lain di seluruh negeri. Peningkatan minat ini dapat diatribusikan kepada sejumlah faktor, mulai dari kebutuhan akan tempat  tinggal yang stabil hingga persepsi properti sebagai aset yang menjanjikan dalam jangka panjang. Dukungan kebijakan pemerintah dan perkembangan infrastruktur juga turut mendorong arus investasi dalam sektor ini. Sebagai hasilnya, pasar properti rumah telah menjadi sorotan utama bagi para investor yang mencari keuntungan dan stabilitas dalam berinvestasi karena dapat memberikan pendapatan pasif melalui penyewaan. Dengan menyewakan rumah, pemilik dapat memperoleh arus kas bulanan yang stabil, yang dapat digunakan untuk membayar pinjaman hipotek atau biaya pemeliharaan.

Adanya kebijakan rumah subsidi seakan menjadi angin segar bagi para investor dan pencari bisnis properti untuk mendapatkan rumah dengan harga murah yang dapat dijadikan pendapatan pasif jangka panjang. Akan tetapi rumah subsidi tidak semestinya menjadi aset investasi, karena rumah subsidi ada untuk meringankan masyarakat yang berpenghasilan rendah agar dapat memiliki rumah dengan biaya yang terjangkau, bukan untuk dijadikan lahan investasi bagi masyarakat menengah ke atas atau sebagai rumah singgah.

Saat ini banyak rumah subsidi yang tidak dimanfaatkan sebagaimana dengan mestinya seiring dengan semakin berkembangnya tren investasi properti berwujud bangunan rumah. Contoh nyatanya terjadi di Kecamatan Jambi, tepatnya Perumahan Bersubsidi Mendalo Hill. Terdapat 8 unit rumah ditinggali oleh orang lain, dalam hal ini disewakan, dan terdapat 17 rumah yang tidak dihuni dari 150 unit rumah yang tersedia di Perumahan tersebut. Hal serupa juga terjadi di Puri  Dinar  Elok  dan  Puri  Dinar Asri Kota Semarang. Sebanyak 30% penghuni perumahan bukan merupakan pemilik rumah bersubsidi, atau dalam kata lain merupakan orang lain yang menyewa atau sanak saudara pemilik rumah. Di sisi lain, sebanyak 28% responden menyatakan sebelumnya pernah memiliki rumah sebelum membeli rumah bersubsidi tersebut. Artinya di Kota Semarang, tepatnya di Puri Dinar Asri, hanya 42% yang teralokasikan dengan tepat pada masyarakat berpenghasilan rendah. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa penikmat kebijakan rumah subsidi ini bukan hanya diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga ditumpangi oleh kepentingan investasi bagi masyarakat menengah ke atas hal inilah yang kemudian disebut dengan double facility.

Kondisi double facility dapat terjadi dalam penerapan kebijakan rumah subsidi ini karena verifikasi target penerima subsidi atau masyarakat berpenghasilan rendah masih dilakukan secara manual antara pihak perbankan dengan pihak pemberi subsidi Kementerian PUPR. Selain itu banyaknya penerima yang bukan dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah karena developer subsidi juga diperbolehkan untuk memasarkan rumah subsidi dengan cash/tunai sehingga banyak dari masyarakat dengan kondisi ekonomi golongan menengah ke atas dapat mengakses rumah subsidi dan dijadikan sebagai alat investasi (Ajayi et al., 2020; Ezennia & Hoskara, 2021). Hal ini tentu melanggar Pasal 10 ayat 1 Peraturan Menteri PUPR 21/2016, sebagaimana telah diubah dengan Permen PUPR 26/2016, yang mengatur mengenai persyaratan kelompok sasaran masyarakat penerima KPR bersubsidi. Peraturan tersebut menetapkan bahwa syarat penerima subsidi perumahan adalah MBR yang memiliki KTP, tidak memiliki rumah, belum pernah menerima subsidi perolehan rumah berupa kepemilikan rumah dari pemerintah, memiliki NPWP, dan juga memiliki penghasilan yang tidak melebihi batas penghasilan yang telah ditetapkan.

Lalu apa solusi agar rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah ini dapat  terdistribusi secara tepat? Sebaiknya kebijakan pertumbuhan pembangunan perumahan subsidi  harus lebih memperhatikan proses penyaluran subsidi perumahan dan memberikan aturan yang ketat terhadap penerima subsidi perumahan, memperketat verifikasi debitur atau penerima subsidi. Pemberian sanksi yang tegas perlu dilakukan terhadap penerima subsidi perumahan yang tidak layak, agar tidak ada lagi alih fungsi rumah subsidi sebagai ajang investasi, dan penerima subsidi perumahan lebih tepat sasaran. Selain itu, adanya monitoring  tingkat  keterhunian  rumah  subsidi oleh pemerintah secara intensif akan meningkatkan keefektifan dari kebijakan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah ini. Distribusi rumah subsidi yang efektif dapat dilakukan melalui pengembangan sistem antrean rumah atau housing queue. Tujuannya adalah untuk menyeleksi masyarakat yang membutuhkan rumah subsidi dengan mengurutkan penerima subsidi ke dalam antrean berdasarkan waktu dan prioritas kebutuhan. Pemerintah telah mengembangkan sistem antrean rumah yaitu Tapera Mobile, akan tetapi perbaikan dan pengembangan masih perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas sistem antrean rumah di Indonesia. Harapannya melalui adanya sistem antrean rumah, perumahan subsidi dapat terdistribusikan dengan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu. (ASN)

 

Referensi

Laksono, M. Y. (2022, 06 22). Apakah Rumah Subsidi Bisa Dikontrakkan atau Dijual Kembali? Kompas.com. https://money.kompas.com/read/2022/06/22/172025526/apakah-rumah-subsidi-bisa-dikontrakkan-atau-dijual-kembali#google_vignette

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2016, Juli 14). JDIH Kementerian PUPR PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2016 TENTANG PERUB. Peraturan BPK. Retrieved March 14, 2024, from https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/95410/PermenPUPR26-2016.pdf

Simbolon, A. M., Rusli, B., & Candradewini. (2023, Mei 1). PENDEKATAN DAN PEMECAHAN MASALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SUBSIDI PERUMAHAN BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH. Jurnal Permukiman, 18(1), 25-35. Retrieved Maret 13, 2023, from https://jurnalpermukiman.pu.go.id/index.php/JP/article/view/507/327