Provinsi Kalimantan Selatan memiliki sungai-sungai indah yang menghubungkan antar wilayah. Sungai-sungai ini berdampak besar pada kehidupan penduduknya, terutama dengan munculnya pasar tradisional di atas sungai yang dikenal sebagai pasar terapung. Kota Banjarmasin terletak di delta Sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura, dikelilingi oleh sungai-sungai besar dan cabangnya yang mengalir dari utara dan timur laut ke barat daya dan selatan.
Dilansir dari booklet Kota Banjarmasin, terdapat 103 sungai dengan berbagai ukuran, dilintasi oleh sungai besar yakni Sungai Barito dan Sungai Martapura, 7 sungai sedang dan 94 sungai kecil. Kemiringan sungai di Kota Banjarmasin sangat kecil dan relatif datar, antara 0%-3%. Karena kondisi topografi yang relatif datar tersebut menyebabkan kecepatan aliran sungai menjadi relatif lambat karena tergantung pada kondisi pasang surut di wilayah tersebut.
Pasar terapung di Provinsi Kalimantan Selatan, terletak di Kuin dan Lok Baintan, menawarkan pengalaman unik berbelanja di atas sungai. Wisatawan dapat menikmati pemandangan sambil melihat aktivitas jual-beli yang ramai, dengan perahu-perahu unik yang dipadati penjual dan pembeli, terutama pedagang perempuan, mereka biasanya mengenakan tanggui atau topi caping lebar dari daun rumbia.
Kegiatan ekonomi masyarakat di pasar terapung menjadi semakin unik ketika dini hari, dengan diterangi oleh lampu teplok, dan mencapai puncaknya saat matahari terbit. Kegiatan ini berlangsung hingga sekitar pukul 09.00 pagi. Barang yang dijual, sebagian besar merupakan hasil sumber daya alam seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan kerajinan. Hal yang menarik, pasar terapung ini masih mengadopsi sistem barter, atau bapanduk dalam bahasa Banjar.
Menurut informasi dari laman Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemerintah Kota Banjarmasin, bila dahulu letak pasar berada di kawasan Dermaga Penyeberangan Alalak, kini lokasinya sedikit lebih mudah dijangkau, yakni di siring depan Makam Sultan Suriansyah. Namanya pun diubah menjadi Pasar Terapung Kuin Alalak. Perubahan nama lebih dikarenakan letaknya berada persis antara daerah Kuin dan daerah Alalak, Kecamatan Banjarmasin Utara. Pasar Terapung Kuin Alalak dibuka setiap hari Sabtu dan Minggu pagi.
Pasar terapung di Desa Kuin, Kota Banjarmasin, mulai menghilang secara perlahan dan kini tidak terlihat lagi, sedangkan di Lok Baintan, Kabupaten Banjar, pasar terapung masih aktif hingga saat ini. Pembangunan jaringan jalan darat yang semakin maju di area tersebut diyakini akan mempengaruhi pasar terapung. Dengan jalan darat yang baik, kini pedagang eceran terutama yang menjual sayuran, ikan, dan buah-buahan, yang sebelumnya menggunakan sampan untuk berdagang, mulai beralih menggunakan sepeda atau sepeda motor untuk menjelajahi desa-desa di wilayah tersebut.
Akibat perubahan tersebut, aktivitas transaksi di atas air semakin menurun, mengakibatkan berkurangnya kedatangan pedagang grosir dengan kapal-kapal mereka, sehingga akhirnya pasar terapung ditutup. Beberapa juga berpendapat bahwa penutupan pasar terapung di Desa Kuin disebabkan oleh gelombang yang dihasilkan oleh kapal penyeberangan angkutan penumpang, terutama karyawan pabrik plywood (kayu lapis), yang membuat pedagang merasa takut menggunakan sampan untuk berdagang di sekitar kapal-kapal tersebut.
Perubahan ini hendaknya mulai disikapi dengan mengembalikan aktivitas perekonomian masyarakat yang sekaligus menjadi budaya Banjar dan menjadi kekuatan lokal sebagai bagian dari sejarah perkembangan wilayah. Fenomena sejarah tersebut menunjukkan bahwa budaya pasar apung tak lain merupakan budaya Banjar dalam konteks wilayah yang luas sebagai warisan budaya zaman kesultanan yang tata kehidupannya sangat bergantung pada sungai di masa itu. Untuk melestarikan kebudayaan ini, maka upaya inovatif guna menghidupkan dan melestarikan pasar apung perlu dikembangkan secara bijak.
Salah satunya misalnya, dengan mencari lokasi-lokasi baru yang nantinya menguntungkan bagi para pedagang di pasar apung, dengan tetap mempertahankan keaslian para penjual. Tidak kalah pentingnya, adanya pembekalan kepada para pedagangnya dengan seni berdayung, berformasi di tengah sungai, membangun dan mengembangkan pusat data dan media informasi pariwisata berkualitas, meningkatkan penguatan UMKM. Dengan ini, ke depannya diharapkan akan bisa bangkit lagi beberapa pasar terapung tradisional di Kota Banjarmasin.
Oleh karena itu, mari bersama-sama menjaga warisan budaya kita dan mengembangkan inovasi dari generasi ke generasi agar tetap dapat dinikmati sepanjang masa sebagai bagian adaptasi ekonomi masyarakat terhadap lingkungan. Sebab, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mempromosikan pesona kebudayaan yang kita miliki. Bersama, kita dapat menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi budaya kita dan masyarakat lokal. (GSR)
Daftar Pustaka
Ardy, T. (2014). Pasar Terapung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dimensi Arsitektur Petra, 2(1), 336-342.
Clarissa, R. E. (2018). Pasar Terapung di Banjarmasin. Dimensi Arsitektur Petra, 6(1), 865-872.
Hanafi & Zainudin. (2018, Desember 6). Pasar Terapung, budaya Kesultanan Banjar. Antaranews.com. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/775360/pasar-terapung-budaya-kesultanan-banjar pada 29 April 2024
Riana, D. R. (2020). Wajah Pasar Terapung Sebagai Ikon Wisata Banjarmasin, Kalimantan Selatan dalam Sastra: Kajian Sastra Pariwisata. UNDAS: Jurnal Hasil Penelitian Bahasa Dan Sastra, 16(2), 231-250.
Setiadi, Amos. “Revitalisasi Pasar Terapung Sebagai Sarana Berkelanjutan Permukiman Berbasis Air.”
Sugianti, D. (2016). Strategi pengembangan kawasan wisata pasar terapung berbasis kearifan lokal di Kota Banjarmasin. Jurnal Tata Kelola Seni, 2(2), 20-34.
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan