Di tengah gempuran budaya modern yang semakin mengglobal, upaya melestarikan warisan budaya lokal menjadi semakin penting. Keberadaan tradisi dan nilai-nilai budaya lokal sering kali terancam oleh arus modernisasi yang masif. Namun, beberapa komunitas berhasil menjaga dan mempertahankan warisan budaya mereka melalui berbagai cara. Salah satu contoh nyata adalah Kampung Blangkon Potrojayan di Surakarta, yang tidak hanya melestarikan tradisi pembuatan blangkon khas Jawa tetapi juga mengubahnya menjadi sumber penghidupan utama bagi warganya.

Sejarah Kampung Potrojayan

Kampung Blangkon Potrojayan terletak di Kecamatan Serengan, Kota Surakarta. Pada era 1970-an, seorang pengrajin blangkon berpengalaman dari lingkungan keraton bernama Mbah Joyo pindah ke Kampung Potrojayan. Hal ini menjadi awal dari industri pembuatan blangkon yang terus berkembang hingga sekarang. Sebelum menjadi pusat industri blangkon, Kampung Potrojayan menghadapi tantangan banyaknya pengangguran di kalangan warganya. Namun, situasi berubah ketika masyarakat mulai fokus pada kerajinan blangkon. Akhirnya pada tahun 1986, kampung ini dijuluki sebagai kampung blangkon.

Keunikan Kampung Blangkon Potrojayan

Kampung Blangkon Potrojayan terdiri dari dua RW, yaitu RW 005 dan RW 006. Sebagian besar penduduknya adalah pengrajin blangkon yang memproduksi blangkon sebagai pelengkap pakaian adat Jawa. Setiap hari, paguyuban di Kampung Blangkon Potrojayan mampu memproduksi hingga 2.000 blangkon dari 35 pengrajin yang ada. Harga blangkon dibanderol dengan harga sekitar Rp. 15.000 – Rp. 50.000 tergantung pada bentuk, motif, dan juga bahan blangkon. Rata-rata omset penjualan Kampung Potrojayan sebesar Rp. 372 juta/ tahun. Kampung Potrojayan tidak hanya memproduksi blangkon khas Solo, mereka juga memproduksi variasi blangkon dari daerah-daerah lain seperti Ponorogo, Surabaya, dan Yogyakarta, yang menambah keistimewaan kampung ini. Kampung Potrojayan tidak hanya melayani pasar di Kota Solo, namun juga daerah lain diantaranya Solo Raya, Demak, Kudus Jakarta, Bandung, Lampung, Yogyakarta, dan Lamongan.

Karena permintaan pasar yang tinggi, terkadang Kampung Potrojayan tidak dapat memenuhinya karena jumlah permintaan tidak sebanding dengan sumber daya yang dimiliki, seperti jumlah pengrajin serta alat dan bahan yang ada. Pemerintah Kota Surakarta akhirnya memberikan bantuan berupa alat dan bahan serta program pelatihan membuat blangkon.

Proses Pengeringan Blangkon. Sumber: Penulis

 

Proses Pembuatan Blangkon

Proses pembuatan blangkon di Kampung Blangkon melewati beberapa langkah, dimulai dari seleksi motif dan bahan kain, pengukuran, hingga pembentukan model. Bahan kain yang digunakan, yang disebut destar, sering kali dihiasi dengan berbagai motif batik seperti garuda, gadung mlati, kawung, gringsing, dan berbagai motif lainnya. Tiap motif mempunyai makna yang khas, yang menambah nilai budaya dan estetika pada setiap blangkon yang diproduksi. Meskipun dahulu pembuatan blangkon harus mengikuti aturan tertentu dan hanya dilakukan oleh seniman terlatih, kini proses pembuatannya lebih fleksibel dan bisa dipelajari oleh siapa saja.

Kampung Potrojayan tetap menghargai nilai-nilai kearifan lokal dalam setiap aktivitasnya. Pengrajin tidak hanya fokus pada pembuatan blangkon, tetapi juga menunjukkan rasa cinta mereka terhadap kerajinan tradisional ini. Blangkon hasil karya mereka dijemur di tepi jalan, menciptakan pemandangan yang menarik bagi pengunjung. Gang-gang kecil yang hanya dapat dilalui dengan berjalan kaki menambah kesan kearifan lokal yang kental.

 

Pengrajin Blangkon. Sumber: Penulis

 

Berwisata ke Kampung Potrojayan dapat menjadi pilihan menarik saat berkunjung ke Kota Surakarta. Lokasinya yang strategis dan mudah diakses memudahkan wisatawan untuk mengunjungi kampung ini. Selain dapat membeli blangkon, pengunjung juga bisa mengamati langsung proses pembuatannya dan mendengar cerita di balik setiap motif. Dengan adanya Kampung Blangkon Potrojayan, diharapkan kesadaran masyarakat akan budaya Jawa semakin meningkat, serta mendukung pelestarian kerajinan tradisional ini. Keberadaan kampung ini menunjukkan bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan, menjadikan Kampung Blangkon Potrojayan sebagai simbol keberhasilan pelestarian budaya lokal di tengah arus globalisasi. (RAd)