Desa Ledokombo, salah satu dari tiga desa terbelakang di Kabupaten Jember, Jawa Timur, menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi. Pada tahun 2023, desa ini hanya memiliki 3 Sekolah Dasar untuk melayani populasi yang berkembang. Kabupaten Jember mencatat angka pernikahan dini atau Pernikahan Usia Anak (PUA) tertinggi di Jawa Timur dengan 400 kasus pada tahun yang sama. Dalam hal ini, Kecamatan Ledokombo menduduki urutan kedua sebagai kecamatan dengan angka PUA tertinggi di Kabupaten Jember. Keterbatasan dalam pendidikan dan tingginya angka pernikahan dini menjadi masalah serius, namun semangat gotong royong dan kepedulian terhadap sesama tetap tumbuh subur.

Di tengah kondisi ini, Desa Ledokombo kini menjelma menjadi destinasi wisata internasional berkat Tanoker. Kisah sukses ini bermula dari inisiatif sepasang suami istri, Supohardjo dan Farha Ciciek, yang melihat potensi besar di balik permasalahan yang dihadapi masyarakatnya. Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi mereka untuk mendirikan Tanoker, sebuah komunitas belajar yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan mengembangkan potensi lokal di Desa Ledokombo.

Tanoker yang memiliki arti “kepompong” dalam bahasa Madura melambangkan sebuah transformasi. Sama seperti kepompong yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang indah, Tanoker ingin menjadi wadah bagi masyarakat Desa Ledokombo untuk tumbuh dan berkembang. Melalui berbagai program pendidikan dan pemberdayaan, Tanoker berhasil mengubah wajah Desa Ledokombo dan menginspirasi banyak orang.

Komunitas belajar Tanoker yang awalnya berfokus pada pemberdayaan masyarakat, kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan yang lebih luas, yaitu pengembangan desa wisata. Melalui berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat, Tanoker berhasil menciptakan sebuah destinasi wisata yang unik dan berkelanjutan. Desa wisata ini dikenal sebagai destinasi wisata edukasi dan budaya yang menawarkan pengalaman unik melalui berbagai kegiatan tradisional. Salah satu yang menjadi ikon adalah permainan egrang.

Tanoker pertama kali hadir pada tahun 2009 yang diawali dengan pembentukan komunitas belajar masyarakat. Supohardjo dan Farha Ciciek, atau yang lebih akrab disapa Pak Supo dan Bu Ciciek adalah sepasang suami istri dibalik keberadaan Tanoker. Kisah ini berawal dari rasa prihatin terhadap kondisi anak-anak di Desa Ledokombo yang tidak mendapatkan perhatian penuh dari orang tuanya karena harus bekerja jauh dari rumah. Mereka pada umumnya adalah anak dari TKW/TKI, buruh tani, tukang ojek, pedagang kecil, atau pekerja rumah tangga.

Tanoker hadir bagai secercah harapan di tengah kelamnya Desa Ledokombo pada saat itu. Tanoker menjalin kerja sama dengan Peace Generation, sebuah lembaga yang berfokus mengusung nilai-nilai perdamaian melalui pengembangan media kreatif, mencoba mengkaji kondisi sosial masyarakat Desa Ledokombo dengan segala potensi dan permasalahannya untuk menciptakan sebuah kawasan yang aman, damai dan ramah dikunjung oleh semua orang. Peace Zone atau orang Ledokombo menyebutnya sebagai “Kampung Wisata Perdamaian” adalah sebuah mimpi yang akan diwujudkan bersama-sama.

Pak Supo dan Bu Ciciek mulai membentuk komunitas pengembangan potensi anak melalui pendekatan budaya. Anak-anak setingkat SD dan SMP belajar berbagai bidang, dari mulai melukis, olahraga, bahasa asing, menari, hingga membaca dan menulis. Seiring berjalannya waktu, komunitas belajar terus berkembang hingga menjadi komunitas pengembangan dan pemberdayaan masyarakat bagi semua kalangan.

Pak Supo dan Bu Ciciek melakukan aksi nyata pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di Desa Ledokombo dengan metode maksimalisasi potensi. Banyak masyarakat di Desa Ledokombo yang telah memulai berbisnis tetapi terkendala untuk berkembang akibat satu dan lain hal. Oleh karena itu, Pak Supo dan Bu Ciciek hadir untuk menghidupkan kembali potensi tersebut hingga akhirnya bisa turut menjadi fasilitas belajar dan destinasi wisata. Fasilitas dan destinasi wisata tersebut antara lain, Tanoker, Pasar Lumpur, Pesantren Kopi, Dapoer Bathek Kho-Kho, Elisa Rainbow, Sekolah Pak-Bapak, Sekolah Bok-Ebok, dan Sekolah Yang-Eyang.

Permainan Polo Lumpur. Sumber: Penulis, 2022

Kegigihan dan ketulusan Pak Supo dan Bu Ciciek dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat di Ledokombo membuahkan hasil. Tahun 2010, Tanoker mulai bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Jember untuk melaksanakan Festival Egrang. Festival ini ditujukan untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal.

Tanoker terus berkembang hingga keberadaannya diketahui oleh manca negara, mulai dari Malaysia, Australia, hingga Inggris. Festival egrang turut memberikan kesan yang sangat baik di kalangan budayawan, praktisi, akademisi hingga berkembang menjadi acara tahunan.

Festival tahunan ini diadakan di Pasar Lumpur, yang merupakan destinasi wisata alam. Gagasan pasar lumpur mulai terwujud sejak 2017 yang diresmikan oleh Ketua DPRD Kabupaten Jember, Thoif Zamroni. Berbagai pertunjukan ciamik dilombakan dan dinilai langsung oleh juri yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Perlombaan tersebut antara lain, tari egrang, polo lumpur, hias tumpeng, dan bazaar UMKM.

Festival Egrang 2022 di Pasar Lumpur. Sumber: Penulis, 2022

Keberhasilan Tanoker dan beragam kegiatan yang dihadirkannya, menjadikan Desa Ledokombo telah berkembang menjadi salah satu destinasi wisata edukatif di Kabupaten Jember, yang mulai menarik minat wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Hingga pada bulan November 2017, Tanoker dianugerahi penghargaan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu destinasi wisata budaya terbaik kedua di Provinsi Jawa Timur, setelah makam Gus Dur.

Atas dedikasinya tersebut, tidak mengejutkan jika Farha Ciciek menerima berbagai penghargaan. Beberapa di antaranya adalah terpilih sebagai salah satu dari 1.000 Peace Women pada tahun 2005, menerima penghargaan “Innovator For The Public” dari Yayasan Ashoka, She Can Award (Tupperware Award), serta dinominasikan untuk hadiah Nobel Perdamaian.

 

Sumber:

Kecamatan Ledokombo dalam Angka 2024

https://www.viva.co.id/vstory/travel-vstory/1169144-tanoker-sekolah-budaya-dari-pedalaman-ledokombo-jember

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/08/01/festival-egrang-tanoker

https://tanoker.org

https://www.rri.co.id/daerah/857735/semester-awal-2024-angka-pernikahan-anak-di-jember-turun