Dibangun selama lebih dari 90 tahun, pada abad ke-19 sejak masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V (1823-1825) hingga Sultan Hamengkubuwono VII (1877-1921), Pesanggrahan Ambarukmo menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Kesultanan Yogyakarta. Sayangnya, pesanggrahan bersejarah ini kini seakan terlupakan, tersembunyi di balik gedung-gedung tinggi di kawasan strategis D.I. Yogyakarta. Padahal, berdasarkan SK Menteri NoPM.25/PW.007/MKP/2007, Pesanggrahan Ambarukmo diakui sebagai cagar budaya yang memiliki nilai sejarah dan arsitektur yang tinggi. Saat ini, Pesanggrahan Ambarukmo dikelola oleh Hotel Ambarukmo dengan rencana pengembangan sebagai pusat kegiatan seni, budaya, dan acara khusus seperti resepsi pernikahan, sehingga diharapkan dapat menjadi destinasi wisata sejarah dan budaya yang menarik bagi masyarakat.

Pesanggrahan Ambarukmo merupakan salah satu bentuk pesanggrahan milik Sultan dengan sejarah yang panjang. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II, kawasan ini dikenal dengan sebutan ”Kebun Kerajaan”. Perkembangan dan perubahan fungsi Pesanggrahan Ambarukmo banyak dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, maupun pemerintahan di Kasultanan Yogyakarta. Hingga pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII, Yogyakarta semakin berkembang dengan masuknya sistem kapitalisme perkebunan dan teknologi modern. Keuntungan dalam bidang ekonomi dari perkembangan tersebut, juga didukung oleh masuknya berbagai investasi asing kemudian digunakan untuk memperluas area pesanggrahan.

Dalam penelitian Heston (2017), berbagai orientasi dan pandangan masyarakat terhadap keunikan bangunan, eksistensi, dan ketahanan bangunan cagar budaya timbul akibat perubahan-perubahan fungsi ruang di Pesanggrahan Ambarukmo. Sejak awal tahap pembangunan Pesanggrahan Ambarukmo, eksistensi keunikan yang dibangun adalah rumah (bekas) penguasa wilayah dengan segala kemuliaannya. Secara posisional saja, Pesanggrahan Ambarukmo dilingkupi oleh alun-alun, kebun buah, kandang kuda, dan kebun budidaya lainnya. Titik sentral ruang di Pesanggrahan Ambarukmo adalah Dalem Agung yang hingga saat ini masih dipertahankan, meskipun ruang terbuka Pesanggrahan Ambarukmo telah tergantikan oleh bangunan-bangunan tinggi.

Perkembangan zaman dewasa ini, menuntut pembangunan di berbagai bidang. Pembangunan pada sektor ekonomi menjadi salah satu sasaran utama dalam rencana pembangunan daerah. Namun, pembangunan ekonomi seringkali membawa dampak negatif pada keberadaan bangunan-bangunan warisan budaya di Kota Yogyakarta. Pesanggrahan Ambarukmo menjadi salah satu bangunan warisan budaya yang digantikan dengan keberadaan Ambarukmo Plaza dan Royal Ambarukmo. Padahal, hilangnya kawasan ruang terbuka hijau di Pesanggrahan Ambarukmo otomatis juga akan menghilangkan keunikan yang tercipta. Dampaknya, kini lebih dari 40% penduduk Yogyakarta kurang mengerti bagaimana keberadaan Pesanggrahan Ambarukmo.

Pelestarian Pesanggrahan Ambarukmo sebagai warisan budaya Yogyakarta memerlukan upaya komprehensif. Peningkatan kesadaran masyarakat akan nilai sejarah dan budaya bangunan ini menjadi langkah awal. Selanjutnya, dalam penelitian Djojoadinoto (2019) menyatakan bahwa strategi dan metode yang paling tepat digunakan dalam pelestarian bangunan cagar budaya Pesanggrahan Ambarukmo adalah preservasi dan konservasi. Pelestarian dengan metode tersebut bertujuan untuk memperkuat karakter bangunan. Seandainya kawasan Pesanggrahan Ambarukmo dapat terbuka untuk umum, bangunan ini dapat dimanfaatkan sebagai pusat pembelajaran atau kegiatan ilmu dan budaya.

Pesanggrahan Ambarukmo, sebuah warisan bersejarah Kesultanan Yogyakarta, kini terancam hilang di tengah gempuran pembangunan modern. Bangunan yang awalnya berfungsi sebagai tempat peristirahatan para sultan ini, kini terjepit di antara pusat perbelanjaan dan hotel mewah. Meskipun telah ditetapkan sebagai cagar budaya, eksistensinya semakin terpinggirkan. Perubahan fungsi ruang dan kurangnya kesadaran masyarakat akan nilai sejarahnya menjadi tantangan utama dalam upaya pelestarian. Padahal, Pesanggrahan Ambarukmo menyimpan potensi besar sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan budaya. Untuk itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta untuk menjaga kelestarian bangunan bersejarah ini. (PNA)

 

 

Sumber:

Heston, Y. P., & Kartika, R. D. Pesanggrahan Ambarukmo, Mengingat yang Terlupakan.

Harjiyatni, F. R., & Raharja, S. (2012). Perlindungan Hukum Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 24(2), 345-356.

Harjiyatni, F. R., & Raharja, S. (2012). Perlindungan Hukum Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 24(2), 345-356.

https://paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id. Di Balik Kisah – Pesanggrahan Ambarukmo. Diakses melalui (https://paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id/informasi/di-balik-kisah-pesannggrahan-ambarukmo) pada Selasa, 1 Oktober 2024.

https://depok.slemankab.go.id. Pesanggrahan Ambarukmo. Diakses melalui (https://depok.slemankab.go.id/pesanggrahan-ambarukmo.slm) pada Selasa, 1 Oktober 2024.

https://ambarrukmo.com. Menelusuri Asal Usul Pesanggrahan Ambarrukmo dalam Sejarah. Diakses melalui (https://ambarrukmo.com/menelusuri-asal-usul-pesanggrahan-ambarrukmo-dalam-sejarah/) pada Selasa, 1 Oktober 2024.