Pariwisata sering kali hanya diartikan sebagai sarana untuk menggembirakan hati dan penyegaran kembali atas tubuh serta pikiran yang penat. Namun, hanya sedikit masyarakat yang sadar bahwa kegiatan wisata juga dapat menjadi sarana edukasi yang menarik. Di Indonesia, tren wisata edukasi semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan lingkungan. Menurut (Putri et al., 2022), wisata berbasis edukasi dan ekowisata mengalami pertumbuhan 10% per tahun, lebih besar dari pariwisata pada umumnya yang hanya mencapai 4.6%. Salah satu contoh wisata edukasi yang menarik adalah konservasi penyu di Pantai Pelangi, Yogyakarta, yang tidak hanya menawarkan pengalaman wisata, tetapi juga kesempatan untuk terlibat langsung dalam upaya pelestarian penyu.
Indonesia merupakan habitat bagi 6 dari 7 jenis penyu yang diketahui di dunia (Mujiyanto et al., 2018), 4 di antaranya dapat ditemui di pantai selatan DI. Yogyakarta, seperti penyu lekang (lepidochelys olivacea), penyu hijau (chelonia mydas), penyu belimbing (dermochelys coriacea), dan penyu sisik (eretmochelys imbricata) (Murpratomo, 2018). Pantai Pelangi menjadi salah satu titik pendaratan bagi keempat jenis penyu tersebut, terutama penyu lekang yang sering dijumpai saat musim pendaratan pada bulan April-Oktober setiap tahunnya. Sebagai tindakan untuk menjaga habitat penyu di Pantai Pelangi, pada tahun 2010 Pantai Pelangi secara resmi dijadikan kawasan konservasi (Penyupantaipelangi, 2020). Proses konservasi di Pantai Pelangi dilakukan mulai dari proses pengambilan telur hingga pelepasan tukik ke laut lepas. Awal mula kegiatan konservasi ini dilakukan oleh kelompok masyarakat, yang kemudian pada tahun 2020 terbentuk komunitas pemuda yang fokus pada proses konservasi dengan nama Fourkey Yogyakarta (Sulistyaningrum, 2024).
Konservasi penyu Pantai Pelangi sebagai wisata edukasi menawarkan keterlibatan langsung wisatawan untuk dapat belajar dan mengenali proses penangkaran penyu. Secara aktif wisatawan akan diajak melihat proses pengambilan telur penyu, proses penetasan, hingga akhirnya proses pelepasan tukik (anak penyu) ke lautan lepas. Selama proses tersebut wisatawan juga akan dijelaskan perjalanan hidup seekor penyu dengan siklus hidup yang panjang namun tingkat kehidupannya rendah. Penyu dewasa dapat bertelur hingga 80-100 butir, namun dari jumlah tersebut hanya 1-3% yang dapat tumbuh menjadi penyu dewasa, diakibatkan oleh faktor dari manusia serta alam. Hal inilah yang kemudian menarik untuk dipelajari oleh wisatawan, serta dapat menjadi wisata edukasi potensial.
Pengembangan konservasi Pantai Pelangi didasarkan dengan konsep Community Based Tourism (CBT). CBT merupakan konsep pengembangan pariwisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal, yang memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar. Poin penting wisata konservasi penyu Pantai Pelangi yang telah sejalan dengan CBT meliputi pemberdayaan masyarakat lokal, keberlanjutan lingkungan, serta inovasi produk wisata. Masyarakat telah mampu mengelola wisata secara mandiri, seperti menyediakan fasilitas umum, pengelolaan tempat parkir, serta fasilitas penunjang seperti warung makan dan gazebo. Inovasi berupa paket wisata juga dijalankan, tidak hanya dapat melakukan pelepasan tukik ke pantai, wisatawan dapat terlibat untuk melakukan bersih pantai sebagai langkah kesiapan tempat bertelur penyu, penanaman pandan laut sebagai bentuk mitigasi kawasan pantai, bahkan wisatawan dapat bergabung menjadi bagian unit patroli penyu yang bertugas memantau dan menandai lokasi sarang telur penyu.
Wisata konservasi Pantai Pelangi merupakan perpaduan sempurna antara keindahan laut selatan, wisata edukasi konservasi penyu, hingga pengelolaan wisata berbasis komunitas. Dengan perpaduan tersebut, wisatawan dipastikan dapat belajar mengenai habitat penyu langsung dari pelaku yang telah memiliki pengalaman panjang sesuai bidangnya. Wisatawan juga dapat berperan sebagai bagian komunitas konservasi dengan ikut di berbagai program yang dijalankan. Melalui wisata konservasi ini, wisatawan tidak hanya akan menikmati keindahan pantai laut selatan saja, namun juga menjadi aktor yang terlibat pada proses menjaga dan memperbaiki alam di Indonesia. Harapannya, wisata konservasi Pantai Pelangi dapat membawa wisatawan untuk lebih mengenal alam, paham akan potensi edukasi di tempat pariwisata, serta menjadikan wisatawan sebagai aktor yang peduli pada alam dan lingkungan sekitar mereka. (RSe)
Referensi
Mujiyanto, M., Nastiti, A. sri, & Putri, M. R. A. (2018). Hasil Kajian: Data series penyu di Pantai Selatan Jawa Barat periode data Tahun 2008 – 2018. Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.22804.63362
Murpratomo, I. (2018). Ini Dia Empat Jenis Penyu yang Kerap Mendarat di Yogyakarta. Kedaipena. https://www.kedaipena.com/ini-dia-empat-jenis-penyu-yang-kerap-mendarat-di-yogyakarta/
Penyupantaipelangi. (2020). Konservasi Penyu Pantai Pelangi. Penyupantaipelangi. https://penyupantaipelangi.wordpress.com/
Putri, E. D. H. P., Yulianto, A., Wardani, D. M., & Saputro, L. E. (2022). Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Terhadap Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jurnal Ilmiah Pariwisata, 27(3), 317–327.
Sulistyaningrum, E. (2024). Implementasi Etika Lingkungan di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Pelangi oleh Komunitas Relawan Fourkey Yogyakarta ( Aksi Konservasi Yogyakarta ). Prosiding Seminar Nasional Teknik Lingkungan Kebumian SATU BUMI, 191–198.