Pada hari Selasa, 19 November 2024 lalu, Caritra Indonesia berkesempatan mengikuti kegiatan bertajuk “Mimbar Suara Warga: Dialog Komunitas Kota Yogyakarta Bersama Calon Walikota Jogja” oleh Program Studi Humanitas Fakultas Kependidikan dan Humaniora Universitas Kristen Duta Wacana, Deliberaksi, Koalisi Lintas Isu, Yayasan LKiS, dan Lab Demokrasi. Topik pembahasan terakhir yang mengangkat isu urban housing and zero eviction sangat menarik perhatian. Salah satu penanggap dari Paguyuban Kalijawi melempar isu kepada tiga calon walikota Kota Yogyakarta. Paguyuban Kalijawi mempertanyakan, apakah bisa akses penggunaan lahan Sultan Ground (SG) dialokasikan untuk tempat tinggal khususnya bagi para KK rentan secara ekonomi yang bekerja di sektor informal, para buruh gendong misalnya. Nantinya, hak atas lahan itu semacam Magersari, tetapi kali ini Magersari yang sifatnya komunal dan diatur melalui koperasi atau apa yang dia sebut sebagai Magersari communal land, sehingga mencegah adanya kepemilikan pribadi yang berpotensi pada kenaikan harga lahan karena dijadikan instrumen investasi.
Magersari, merujuk pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 33 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan (SG) dan Tanah Kadipaten, adalah hak adat yang diberikan kepada masyarakat sebagai penghuni/pengguna Tanah Kasultanan dan/atau Tanah Kadipaten dimana antara penghuni/pengguna dari tanah tersebut terdapat ikatan historis dan diberikan hanya kepada warga negara Indonesia pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni/menggunakan. Sederhananya, Magersari ini merupakan hak penggunaan lahan yang memang ditujukan oleh Pemerintah DIY kepada masyarakat.
Sampai saat ini, luas lahan SG di Kota Yogyakarta sekitar 397 hektare[1], menyumbang porsi sebesar 12% dari total luas Kota Yogyakarta sebesar 3.281 hektare (BPS Kota Yogyakarta, 2024). Rinciannya, lahan seluas 3.281 hektare itu sudah dialokasikan untuk perumahan dan permukiman sekitar 65% (Bappeda DIY, 2024). Meskipun begitu, data tercatat di Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) Kota Yogyakarta pada tahun 2023 memperlihatkan bahwa masih ada kelompok-kelompok rentan yang berpotensi tidak memiliki akses terhadap tempat tinggal layak seperti anak balita terlantar (10 orang), anak jalanan (20 orang), anak terlantar (116 orang), gelandangan (2 orang), lanjut usia terlantar (917 orang), pemulung (36 orang), dan pengemis (12 orang), perempuan rawan sosial-ekonomi (1182 orang) (Dinas Sosial DIY, 2024). Apabila lahan untuk perumahan dan permukiman sebesar 65% itu semuanya sudah digunakan dan dimiliki, maka para kelompok rentan itu tidak punya pilihan ruang tempat tinggal lagi untuk hidup selain melenggang ke sana ke mari di jalanan. Mau tidak mau, lahan SG sebesar 12% dari total luas wilayah Kota Yogyakarta juga perlu dialokasikan untuk kepentingan tempat tinggal kelompok rentan tersebut.
Mengapa Sultan Ground?
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 dan UU No. 1 Tahun 2011 telah mengamanatkan bahwa negara menjamin kebutuhan dasar tempat tinggal layak bagi rakyatnya, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengarahkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) dapat mengajukan usulan berupa Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) bagi MBR yang tidak bisa mengakses pinjaman dari bank untuk membuat hunian berbasis komunitas. Meskipun begitu, terdapat syarat bahwa kelompok sasaran setidaknya memiliki lahan untuk dibangun secara swadaya. Di dalam konteks Kota Yogyakarta, meskipun sulit untuk diwujudkan karena lahan yang kian terbatas, alternatif berikut membuktikan bahwa hal itu bukan mustahil untuk diwujudkan selama memiliki kemauan politik yang kuat. Bagaimana caranya?
Di lahan yang terbatas seperti Kota Yogyakarta, perlu percepatan reforma agraria untuk penataan ulang struktur kepemilikan lahan, terutama yang dialokasikan untuk kepentingan bersama seperti hunian layak bagi MBR. Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 86 Tahun 2012 tentang Reforma Agraria, redistribusi lahan diperlukan beberapa di antaranya untuk mengurangi ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan tanah serta memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, dalam hal konteks ini bisa diterjemahkan lahan dan rumah di perkotaan sebagai kebutuhan dasar. Mengikuti amanat perundang-undangan tersebut, sudah seharusnya Sultan Ground dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat umum, khususnya MBR, agar lahan tidak semata-mata menjadi monopoli kekuasaan politik dan penyerap keuntungan komersial melalui investasi, perdagangan, dan persewaan lahan. Peruntukan Sultan Ground untuk kesejahteraan rakyat itu juga sejalan dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 33 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
Kemauan Politik
Solusi alternatif berupa Magersari communal land yang didiskusikan di dalam tulisan ini hanya akan menjadi tulisan tanpa diterapkan dengan kemauan politik yang kuat. Tanpa kemauan politik yang kuat, pemerintah berpotensi tidak memiliki keberpihakan yang jelas. Apabila kemauan politik yang kuat sudah terbentuk, barulah bisa dipertanyakan, kepada siapa pemerintah dan kebijakan-kebijakannya berpihak? Apakah hanya berpihak pada mekanisme pasar yang menciptakan keuntungan berlimpah atau pada rakyat kecil yang seringkali kesulitan untuk mengakses sumber-sumber kemakmuran? Keduanya jelas memiliki konsekuensinya masing-masing ketika dipilih. Namun, pemerintah perlu kiranya merefleksikan ruh penting demokrasi bahwa kekuasaan paling besar berada di tangan rakyat sebagai pemilih orang yang merepresentasikannya. Pilihan Walikota Yogyakarta sebagai manifestasi pesta demokrasi perlu juga menjadi pengingat bahwa program-program yang dijanjikan calon Walikota perlu diwujudkan dengan pertimbangan, pertama dan yang utama, untuk kepentingan rakyat. Hal itu bisa dimulai dengan mewujudkan kebutuhan dasar berupa hunian layak dan terjangkau. (MHH)
Referensi
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta. (2024). Kota Yogyakarta dalam Angka 2024 (Vol. 45). Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta.
Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta. (2024). Luas lahan Perumahan dan Permukiman. Jogja Dataku. https://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/index/267-luas-lahan-perumahan-dan-permukiman
Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). (2024). Laporan Hasil Pemutakhiran Data PPKS dan PSKS Tahun 2023. Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Intantaru Berinfo. (2024). Luas Tanah Kasultanan Kadipaten dan Tanah Desa Daerah Istimewa Yogyakarta. Intantaru Berinfo. https://intantaruberinfo.jogjaprov.go.id/dashboard.php
[1] Lihat: https://intantaruberinfo.jogjaprov.go.id/dashboard.php