Indonesia menghadapi krisis perumahan yang semakin kompleks, akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan hunian dan ketersediaan rumah yang layak. Data Badan Pusat Statistik (2023) mencatat, kebutuhan perumahan mencapai 9,9 jt unit dan meningkat seiring waktu melihat adanya pertumbuhan rumah tangga baru yang di perkirakan mencapai 700 hingga 800 ribu tiap tahunnya. Berdasarkan Susenas Maret 2023, sebanyak 84,79% rumah tangga tinggal di rumah milik sendiri. Sementara itu, 1,65% rumah tangga menempati rumah yang bukan milik mereka, tetapi memiliki properti di lokasi lain. Adapun 13,56% rumah tangga, tinggal di rumah yang bukan milik sendiri dan juga tidak memiliki rumah di tempat lain.
Upaya pemerintah melalui program subsidi FLPP yang menargetkan 220.000 unit per tahun seringkali terkendala oleh praktik pengembang yang tidak bertanggung jawab. Otoritas Jasa Keuangan (2022) mencatat 1.820 pengaduan terkait properti, mayoritas akibat kegagalan pengembang dalam memenuhi kewajiban mereka. Salah satu contoh kasus adalah Jatiasih Central City yang menipu 260 pembeli rumah, serta masalah kepemilikan 120.000 sertifikat KPR Bank BTN yang diperkirakan muncul pada tahun 2025. Situasi ini menunjukkan lemahnya perlindungan konsumen dalam sektor perumahan di Indonesia.
Dampak dari lemahnya regulasi ini dapat terlihat pada kasus penggusuran Perumahan Taman Duren Sawit, Jakarta Timur. Pada 16 Maret 2023, empat rumah mewah yang telah dihuni selama belasan tahun digusur akibat sengketa lahan. Kasus ini merupakan bagian dari eksekusi terhadap 14 rumah setelah Muhammad, pemilik lahan asli, memenangkan gugatan melawan PT Altan Karsaprisma sejak 1995. Meskipun penghuni telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), eksekusi tetap dilakukan. Kejadian ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat telah memiliki dokumen legal, mereka tetap rentan terhadap penggusuran akibat ketidakpastian hukum.
Penggusuran tidak hanya menyebabkan kehilangan tempat tinggal tetapi juga berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Studi LIPI (2021) menunjukkan bahwa 68% korban penggusuran mengalami kecemasan dan stres akibat ketidakpastian tempat tinggal. Sementara itu, survei YLKI (2022) menunjukkan bahwa 74% konsumen kehilangan kepercayaan pada pengembang. Dari sisi ekonomi, harga properti yang meningkat 20–30% (BI, 2023) membuat masyarakat semakin kesulitan mencari hunian baru. Laporan PSPI (2022) juga mencatat bahwa nilai properti di daerah terdampak penggusuran mengalami penurunan hingga 15%, semakin memperburuk kondisi finansial korban.
Salah satu akar masalah dalam krisis perumahan ini adalah lemahnya regulasi dan pengawasan terhadap pengembang. Banyak pengembang yang lolos dari sanksi akibat minimnya penegakan hukum. Dalam banyak kasus, mereka lebih mengutamakan keuntungan tanpa memperhatikan hak konsumen. Berbeda dengan negara seperti Singapura dan Jepang yang memiliki regulasi ketat, Indonesia masih menghadapi kendala dalam menegakkan aturan hukum yang tegas terhadap pengembang nakal. Misalnya, di Singapura, Housing and Development Board (HDB) menerapkan sistem ketat untuk memastikan pengembang memenuhi standar sebelum proyek perumahan dijual ke masyarakat.
Diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan ini. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan memperketat regulasi guna mencegah praktik curang. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah penggunaan teknologi blockchain dalam sertifikasi tanah dan properti untuk memastikan transparansi kepemilikan. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta penting untuk menciptakan sistem yang adil dan berkelanjutan. Edukasi mengenai hak kepemilikan juga perlu diperkuat, agar masyarakat lebih waspada terhadap penipuan legalitas rumah. Dengan kebijakan yang ketat, dukungan teknologi, dan keterlibatan masyarakat, sektor properti dapat menjadi lebih transparan dan terpercaya, sehingga manfaatnya dirasakan oleh semua pihak dan Indonesia akan jauh dari permasalahan krisis perumahan. (Asa)
Sumber
perkim.id (2024). Kuliah Tamu Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Gadjah Mada “Housing Crisis in Indonesia” Diakses dari https://perkim.id/perumahan/reportase-kuliah-tamu-perencanaan-wilayah-dan-kota-universitas-gadjah-mada-housing-crisis-in-indonesia/pada 10 Februari 2025.
Sudut Pandang (2023). “Eksekusi Pengosongan Rumah di Taman Duren Sawit” Diakses dari https://sudutpandang.id/eksekusi-pengosongan-rumah-di-taman-duren-sawit pada 10 Februari 2025.
Antara News. (2023, 16 Maret). Eksekusi pengosongan rumah di Taman Duren Sawit berlangsung ricuh. Diakses pada 10 Februari 2025, dari https://www.antaranews.com/berita/3443757/eksekusi-pengosongan-rumah-di-taman-duren-sawit-berlangsung-ricuh
Republika. (2024, 6 Februari). Asosiasi ungkap banyak pengembang perumahan nakal berkedok syariah. Republika. https://ekonomi.republika.co.id/berita/s5jrfl502/asosiasi-ungkap-banyak-pengembang-perumahan-nakal-berkedok-syariah[:]