Fenomena urbanisasi yang pesat di Indonesia telah menciptakan berbagai tantangan kompleks di kota-kota besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 56% penduduk Indonesia kini tinggal di wilayah perkotaan, dan angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 66% pada tahun 2045. Permasalahan seperti kemacetan, polusi udara dan penggunaan lahan yang tidak efisien telah menjadi isu utama yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga meningkatkan tekanan terhadap infrastruktur transportasi, fasilitas umum, serta ketersediaan ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi perencanaan kota yang dapat mengintegrasikan transportasi, hunian, dan ruang publik secara lebih efisien.

Transit-Oriented Development (TOD) hadir sebagai pendekatan yang mendorong penggunaan transportasi umum, menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi pejalan kaki, serta mengoptimalkan pemanfaatan lahan untuk mendukung kota yang berkelanjutan. Dengan menerapkan konsep ini, kota dapat menjadi lebih ramah bagi pejalan kaki, pengguna sepeda, serta mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.

Apa itu Transit-Oriented Development (TOD)?

Konsep Transit-Oriented Development (TOD) pertama kali diperkenalkan oleh Peter Calthorpe pada awal 1990-an, sebagai respon terhadap fenomena urban sprawl yang mengakibatkan angka penggunaan kendaraan pribadi yang semakin tinggi sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas. Calthorpe (1993) mendefinisikan Transit-Oriented Development (TOD) sebagai pendekatan pengembangan perkotaan yang memiliki fungsi campuran (area perumahan, pertokoan, ruang terbuka, dan area publik) yang dapat ditempuh dalam jarak sekitar 600 meter dan berada dekat dengan titik transit dan pusat area komersial. Adapun beberapa ciri atau karakteristik pada TOD meliputi:

  1. Kerapatan pada penggunaan lahan;
  2. Pedestrian dan siklus pejalan kaki yang ramah lingkungan;
  3. Ketersediaan fasilitas umum yang dekat dengan stasiun atau terminal;
  4. Stasiun atau terminal berfungsi sebagai penghubung antar kegiatan masyarakat.

Prinsip-Prinsip TOD dalam Transportasi Berkelanjutan

Terdapat beberapa prinsip yang dikemukakan oleh para ahli tentang TOD, namun yang paling umum digunakan adalah prinsip dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) yang dirangkum dalam versi pertama dari TOD Standard yang dirilis pada tahun 2013. Adapun prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut:

  • Berjalan Kaki (Walk)

Mengutamakan jalur pedestrian yang aman, nyaman, dan terlindungi dari cuaca sebagai akses penghubung antar kawasan.

  • Bersepeda (Cycle)

Menyediakan jalur sepeda yang terhubung ke titik transit serta parkir sepeda yang aman dan memadai.

  • Menghubungkan (Connect)

Memastikan konektivitas antar kawasan dan moda transportasi untuk kemudahan akses bagi pejalan kaki serta pesepeda.

  • Angkutan Umum (Transit)

Menyediakan angkutan umum yang menjangkau area yang tidak dapat diakses dengan berjalan kaki atau bersepeda, dengan titik pemberhentian yang mudah dijangkau.

  • Pembauran (Mix)

Mengintegrasikan berbagai fungsi dalam satu kawasan untuk mengurangi waktu dan biaya perjalanan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

  • Memadatkan (Density)

Mendorong pertumbuhan kota secara vertikal untuk mencegah urban sprawl.

  • Merapatkan (Compact)

Menciptakan kawasan dengan jarak yang lebih pendek antar fungsi, mengurangi kebutuhan gedung besar, serta meningkatkan ruang terbuka hijau.

  • Beralih (Shift)

Mengurangi dominasi kendaraan bermotor melalui pengaturan parkir dan regulasi lalu lintas.

Selain prinsip-prinsip TOD yang dikemukakan oleh ITDP, di Indonesia sendiri juga telah mengeluarkan prinsip-prinsip TOD yang terdapat dalam Permen ATR BPN No. 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Kawasan Berorientasi Transit yang berbunyi sebagai berikut:

  1. Pengembangan kawasan dengan mendorong mobilitas berkelanjutan melalui peningkatan penggunaan angkutan umum massal; dan
  2. Pengembangan fasilitas lingkungan untuk moda transportasi tidak bermotor dan pejalan kaki yang terintegrasi dengan simpul transit.

Bagaimana Implementasinya di Indonesia?

Di Indonesia, konsep Transit-Oriented Development (TOD) telah diatur dalam Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Kawasan Berorientasi Transit. Regulasi ini menekankan pentingnya pengembangan kawasan yang mendorong mobilitas berkelanjutan dengan meningkatkan penggunaan transportasi umum massal serta menyediakan fasilitas bagi moda transportasi tidak bermotor seperti jalur sepeda dan pejalan kaki yang terintegrasi dengan simpul transit. Beberapa kota besar, terutama Jakarta dan sekitarnya, telah mulai menerapkan konsep ini melalui pengembangan kawasan yang terkoneksi dengan MRT, LRT, dan KRL. Contoh nyata TOD di Indonesia dapat ditemukan di Lebak Bulus yang mengintegrasikan hunian dan perkantoran dengan MRT, Dukuh Atas yang menjadi pusat pertemuan berbagai moda transportasi, serta BSD City yang menghubungkan kawasan perumahan dengan KRL dan bus pengumpan.

TOD Stasiun Lebak Bulus

 

TOD Stasiun Bundaran HI, Dukuh Atas, Setia Budi, dan Bendungan Hilir

 

TOD Stasiun Blok M TOD Stasiun Istora dan Senayan

Sumber: jakartamrt.co.id

Meskipun sudah diterapkan di beberapa lokasi, implementasi TOD di Indonesia masih belum menyeluruh dan cenderung terpusat di kota-kota besar. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan infrastruktur transportasi publik, di mana banyak kota di luar Jakarta yang belum memiliki sistem transportasi massal yang memadai. Selain itu, tata ruang di beberapa daerah masih belum terintegrasi dengan baik, dengan pola pembangunan yang lebih berorientasi pada kendaraan pribadi daripada transportasi umum. Hambatan lainnya adalah kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pengembang properti, yang sering kali memperlambat implementasi TOD akibat regulasi yang belum sepenuhnya mendukung atau tumpang tindih.

Untuk mempercepat dan memperluas implementasi TOD di Indonesia, beberapa langkah strategis perlu dilakukan, pemerintah harus memperkuat infrastruktur transportasi publik tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain seperti Kota Surabaya, Kota Bandung, dan Kota Medan agar TOD dapat diterapkan secara efektif. Regulasi terkait TOD juga perlu diperjelas dan diperkuat agar pemerintah daerah dan pengembang lebih terdorong untuk mengadopsinya dalam rencana tata kota. Selain itu, insentif bagi pengembang properti bisa menjadi strategi efektif, misalnya dengan memberikan keringanan pajak atau kemudahan perizinan bagi proyek-proyek yang mengusung konsep TOD. Kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan agar lebih banyak orang beralih ke transportasi umum, mendukung mobilitas berkelanjutan, dan pada akhirnya menciptakan kota yang lebih ramah lingkungan serta efisien bagi semua penghuninya. (RAS)

Sumber:

Agustin, I. W., & Hariyani, S. (2022). Penerapan “Transit Oriented Development” di Kawasan Tugu – Kertanegara, Kota Malang. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota, 18(1), 76–97. https://doi.org/10.14710/pwk.v18i1.33836

ATR/BPN, K. (2017). Permen ATR/BPN RI Nomor 16 Tahun 2017. Kementerian ATR/BPN, 5(2), 40–51.

Ayuningtias, S. H., & Karmilah, M. (2019). Penerapan Transit Oriented Development (Tod) Sebagai Upaya Mewujudkan Transportasi Yang Berkelanjutan. Pondasi, 24(1), 45. https://doi.org/10.30659/pondasi.v24i1.4996

Fadilla, F., Prabowo, H., & Iskandar, J. (2022). Penerapan Prinsip Transit Oriented Development Pada Halte Integrasi Csw-Asean. … Seminar Intelektual Muda, 220–227. https://www.e-journal.trisakti.ac.id/index.php/sim/article/view/16363

Herlambang, F., Purba, A., & Septiana, T. (2023). Perencanaan Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Stasiun Pondok Ranji Kota Tangerang Selatan. Jurnal Profesi Insinyur Universitas Lampung, 4(2), 108–114. https://doi.org/10.23960/jpi.v4n2.105

Hasibuan, H. S., & Mulyani, M. (2022). Transit-Oriented Development: Towards Achieving Sustainable Transport and Urban Development in Jakarta Metropolitan, Indonesia. Sustainability (Switzerland), 14(9). https://doi.org/10.3390/su14095244

ITDP (Institute for Transportation and Development Policy). (2017). TOD Standard 3.0 ITDP. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., Mi, 5–24.

Lestari, F., & Adianto, J. (2023). Urgensi dan Strategi Penyediaan Hunian Terjangkau di Kawasan Transit di Indonesia. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota, 19(2), 147–163. https://doi.org/10.14710/pwk.v19i2.28215

Narotama, Sunoko, K., & Pramesti, L. (2021). Penerapan Prinsip Transit-Oriented Development. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Arsitektur, 4(1), 33–42.

Nuzuliar Rahmah Etty R Kridarso Agus Budi Purnomo. (2021). IDENTIFIKASI KONSEP TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) DI KAWASAN STASIUN (LRT) Jatibening. Metrik Serial Teknologi Dan Sains (E) Issn: 2774-2989, 2(2), 53–58.

Octarino, C. N. (2020). Pengembangan Kawasan Permukiman Suburban Berbasis Transit Oriented Development (Tod). ATRIUM Jurnal Arsitektur, 2(2), 135–144. https://doi.org/10.21460/atrium.v2i2.59

Priadmaja, A. P., Anisa, & Prayogi, L. (2017). Penerapan Konsep Transit Oriented Development (Tod) Pada Penataan Kawasan Di Kota Tangerang. Jurnal Arsitektur PURWARUPA , 01(02), 53–60.

Syah, E., & Purwantiasning, A. W. (2024). Kajian Konsep Transit Oriented Development Pada Kawasan Central Business District Bintaro Jaya, Tangerang. PURWARUPA Jurnal Arsitektur, 8(2), 107. https://doi.org/10.24853/purwarupa.8.2.107-118

Wilza, N., Rustiadi, E., & Hidajat, J. T. (2021). Potensi Pengembangan Kawasan Berbasis Transit Oriented Development di Sekitar Titik Transit Kabupaten Bogor. Journal of Regional and Rural Development Planning, 5(3), 143–159. https://doi.org/10.29244/jp2wd.2021.5.3.143-159

Zafira, W. S., & Puspitasari, A. Y. (2022). Penerapan Prinsip Transit-Oriented Development (TOD) untuk Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan. Jurnal Kajian Ruang, 2(1), 110. https://doi.org/10.30659/jkr.v2i1.20440

[:]